Judul di atas aku comot dari tulisannya Septi tentang cewe mandiri. Tulisan tersebut mengingatkanku akan obrolan dengannya saat makan siang di Solaria, Mega Mall Bengkulu, sembari nungguin hujan yang makin ditunggu malah makin deras. Waktu itu Septi makan kwetiau sedangkan aku pake ayam rica2. Dan apapun makanannya, minumnya es teh manis. Hahaha, gak penting banget siy...
Aku hanya ingin sedikit beropini, opini ringan, santai, dan tidak penting tentang independent woman tersebut. Cewe mandiri... Tidak bisa dipungkiri bahwa tipe cewe yang ini bisa membuat cowo2 mundur teratur coz ngerasa gak dibutuhkan layaknya seorang superhero. Aneh memang. Beberapa cowo prefer ke tipe2 cewe yang rada2 manja. Karena lucu n ngegemesin kali yah :D Eh, balik lagi ke cowo2 yang mundur teratur tadi. Lebih spesifik lagi, tipe cewe mandiri yang dimaksud adalah mandiri secara finansial, dan didukung dengan jenjang pendidikan yang juga tinggi. Komplit dah...
Alur logikaku bilang gini, kalau seseorang itu, baik laki2 maupun perempuan bisa menempuh pendidikan yang setinggi2nya, bagus kan. Tidak secuil pun aku menemukan sesuatu yang buruk dari hal tersebut. Pun ketika seseorang itu bisa mengerjakan sesuatunya sendiri tanpa mengandalkan orang lain, burukkah itu? Tidak sama sekali.
Namun yang berlaku di sini adalah rasa, dan yang namanya rasa gak bisa diukur pake logika. Aku ingat cerita kakakku waktu masih di awal2 pernikahan dulu. Kebetulan kakakku itu termasuk tipe2 cewe mandiri. Anti banget minta tolong ma orang, kecuali kalau sudah sangat2 terpaksa. Nah, ceritanya kakak iparku kan baru tahu bahwa kakakku pembawaannya gitu. Doi maklum, secara kakakku kan anak tua, jadi dah biasa direcokin dan direpotin, terutama olehku. Akhirnya, secara verbal alias berkomunikasi langsung, kakak ipar minta pada kakakku supaya gak pake sungkan untuk mengandalkannya dalam banyak hal. Dia menjelaskan bahwa memang begitulah dalam berumah tangga, bahwa kakakku sudah tidak sendiri lagi dan sudah punya pemimpin, tempat untuk menggantungkan hidupnya. Hehe, terasa lucu... tapi menurutku begitulah seharusnya. Rasa dipercaya, dibutuhkan, diinginkan, dihormati, de el el, de es te yang gak bisa dijelaskan dengan logika, tetap bisa dikomunikasikan dengan baik bersama pasangan.
Ahh, lagi2 tulisanku ngelantur. Jadi apa kesimpulannya?
Jika wanita adalah independent variable, maka wanita adalah X. Lalu pria adalah Y alias dependent variable. Nilai X itu adalah tetap, sedangkan nilai Y adalah tergantung pada variabel X penyusunnya. Jika X itu tersusun atas X, maka Y tersusun atas X, tidak hanya satu X, melainkan bisa dua, tiga, atau empat X. Sigh.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar