Sabtu, 23 Mei 2009

-46- Irregular Character *)

HdohHH,, BetE buAngeEDd deGh, Wa kHAnN penGeN jaLan” N sYuuPiNg”, muMpuNG LiBuR, mALaH diSuRu nGanToR, huWAaaHHH...

laPeyyy BaNgeDd Niy, eNakNa mAkaN aP YaHh, bOseeEnN aHH...

BubU doLLoOO aHh, bEsoK kHann mW jaLaN” LaGeEe...

ceNdiRiaNN d rUMah, aTuUuT...

Wedew, cape banget ngetik 4 kalimat di atas. Asli... Waktu yang dibutuhkan buat ngetik 1 kalimat saja dengan rangkaian aksara seperti di atas adalah relatif lebih banyak daripada ngetik biasa. Kebayang gak sih, gimana kalau huruf2 tak beraturan tersebut mesti diketik lewat ponsel? Boro2 mesti ngetik di keypad hape pada umumnya (1 tombol 3 huruf), aku coba ngetik pake hape touchscren yang keyboard-nya onscreen aja susah banget. Benar2 memperlambat...

Begitulah... Jujur saja aku heran setiap melihat teman2 yang betah banget nulis kaya gitu. Contoh yang paling mudah adalah di facebook. Kalau aku perhatikan, tidak sedikit teman2 fb-ku yang sering mengupdate status mereka menggunakan rangkaian huruf tak beraturan tersebut. Info tentang account facebook mereka pun ditulis dengan huruf2 tersebut. Begitukah gaya tulis dan gaya bahasa yang lagi nge-trend di jaman ini? Wew, aku yang katro, yang gak ngerti makna 'keren', atau mereka yang dengan sukarela membuat susah diri sendiri. Hmm...

Aku tidak berhak men-judge, tapi aku berhak berpendapat. Jadi menurutku, irregular character yang digunakan dalam suatu kalimat adalah menyalahi kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar (ehemmm...). Rasanya cukup sudah kita (ehh, aku ding) menzolimi bahasa nenek moyang ini dengan menyingkat "yang" menjadi "yg", "dengan" menjadi "dgn", "untuk" menjadi "utk", atau "hati-hati" menjadi "hati2". Aku juga kalau ngetik sesuatu yang bukan berupa tugas atau surat resmi, pasti pake singkatan, kata2 tidak baku, juga susunan kalimat yang menyalahi kaidah yang benar. Hehe, males kalo bikin tulisan (seperti postingan ini) mesti sesuai kaidah karya ilmiah. *ngeles...

Namun, khusus untuk huruf besar dan huruf kecil... Wahh, aku inget banget guru Ekonomi-ku waktu SMU dulu pernah memarahi beberapa murid yang kalo nulis pake huruf besar dan kecil sekehendak hatinya. Ibu guru bilang, "Kayak gak pernah sekolah aja...". Padahal bukan guru Bahasa Indonesia loh, hehe. Waktu itu aku sangat setuju, masih sekolah sih, jadi masih konsisten dalam menggunakan huruf besar dan kecil. Sekarang? Masih konsisten juga, tapi hanya untuk nulis yang resmi2...

Jadi intinya apa? Bukan apa2, bacanya susyah euy... Aku heran kenapa banyak teman2ku yang ngefans banget sama irregular character tersebut. Aku yang tinggal baca doang aja susah mau baca, apalagi yang nulis. Boro2 status fb-nya mau kukomenin, bacanya aja ogah, males keluar energi lebih, xixi... Yah, apapun itu, rasanya gaul dan keren tidak harus dengan membuat susah diri sendiri, rite?! Setidaknya itu menurutku...

*) Tulisan ini tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kamis, 21 Mei 2009

-45- Nasib Seorang Single

Pernahkah aku merasa tidak beruntung karena menjadi seorang single? Tidak... Aku tidak pernah merasa tidak beruntung menjadi seorang single sampai sebelum aku mulai tugas di Bengkulu. Sejak hari keberangkatanku ke Bengkulu sekitar 1 tahun yang lalu, sejak itulah mulai kurasakan sedikit demi sedikit ketidakberuntungan karena aku masih sorangan, single, perempuan, dan belum menikah.

Di tahun akademik 2003, aku memulai hidup jauh dari orangtua, tahun pertama kuliahku. Awalnya sedih, namun semua bisa berjalan sebagaimana mestinya sampai dengan Oktober 2007, ketika kuakhiri statusku sebagai mahasiswa dengan menambah sederet huruf di belakang namaku. Lalu apa? Yahh, sejak awal ngampus, aku sudah tahu akan konsekuensi bahwa setelah lulus kuliah akan bekerja dan ditempatkan di suatu daerah, bisa dimanapun, di bumi Indonesia ini. Gak masalah lah, itu bisa dipikirkan belakangan...

Setelah wisuda, langsung kerja. Sebelum benar2 kerja di tempat yang sesungguhnya, sampai Mei 2008 aku dan teman2 masih mondar mandir di kantor pusat. Masih hepi, bahagia bareng teman2, jalan kesana kemari juga gak masalah (secarraa... Jakarta gitu loh, jalan tengah malem juga gak yang serem2 banget), riang gembira dengan cara gaul dan berpenampilan masih sekelas anak kuliahan... cuek. Tidak ada yang salah. So, entar dulu degh mikir merid, senang2 aja dulu (itu pikiranku waktu itu...).

Tibalah saatnya aku harus memasuki kehidupanku yang sebenarnya. Saat tersebut diawali dengan keberangkatan ke Bengkulu, tempat aku ditugaskan. Waktu itu aku mulai merasa seorang diri. No friend, no family... Kloter Bengkulu berangkat belakangan, teman2 dekatku dah pada away duluan, gak ada teman yang mengantar, kecuali sesama penempatan Bengkulu. Gak ada keluarga yang nganter coz kami berangkat bareng langsung dari Jakarta. Gak ada teman yang bantuin packing seperti biasanya. Malam2 terakhir juga dihabiskan sendiri di rumah kontrakan. Uhh, what a bad time...

"Selamat Datang di Bumi Raflesia!"... Bumi tempat kami akan mengabdi (jiyyahhh, gaya banget). Kurang lebih sebulan kami masih di kantor provinsi, masih bersama, masih berjiwa anak2, hehe. Juni 2008 adalah saat untuk benar2 membuka mata, menuju jungle yang sebenarnya, berpisah menuju kabupaten masing2, menjaga diri sendiri, bertindak sendiri, dan yang pasti hidup sendiri. Menyedihkan karena semua harus dijalani sendiri. Menyedihkan karena ketidakmauanku merengek2 manja ke ortu. Gak tega bikin ortu khawatir. Menyedihkan karena aku harus berpijak pada kakiku sendiri, bergaul pada manusia lain sebagai individu yang "seharusnya" sudah dewasa. Padahal... di saat2 seperti itu aku butuh merengek, aku butuh mengeluh, aku butuh menangis. But, there’s no shoulder to cry on. Hiks...

Inilah awal dari ketidakberuntungan itu (beruntungnya juga banyak, tapi gak lagi pengen dibahas). Coba bayangkan tentang seorang perempuan muda (kan baru 23, hihi) yang sudah bekerja dan tidak tinggal dengan orangtuanya... Sungguh, betapa banyak fitnah yang mengintai. Setidaknya itulah yang kurasakan sampai sejauh ini.

Jika ketika kuliah dulu aku bisa cuek jalan bareng teman cowo A ketika harus mereparasi PC, atau jalan bareng teman cowo B untuk keperluan lain, maka sekarang tidak. Di sini bukan Jakarta, bisa2 dianggap cewe gampangan degh gw. Kalau dulu gak masalah teman cowo datang ke kontrakan untuk sekedar belajar bareng atau apapun, maka sekarang harus dihindari, ntar tiba2 malah digerebek dikira macem2. Ketika aku sebaiknya beramah tamah pada personel2 instansi lain yang bekerjasama dengan kantorku, yang notabenenya bapak2, jangan terlalu degh... bisa2 dicap penggoda suami orang. Juga kepada cowo yang iseng telpon atau datang ke kost, gak mungkin serta merta dijudesin meskipun ilfil setengah idup. Benci... Aku benci situasi seperti ini, meskipun memang begitulah resiko tinggal di lingkungan pedesaan. Tapi aku kemudian merenung, kenapa hanya saat situasinya seperti ini aku baru berpikir untuk menikah...

Karena aku perempuan dan masih single, banyak fitnah membuntutiku dan akan menyergapku dengan tiba2 ketika aku lengah. Ouw, rasanya ingin segera kuakhiri masa ini. Namun entah kenapa aku hanya mengeluh tanpa mau dan berani bertindak konkrit. Payahhh...

Sendiri memang indah, kawan... Tapi bahagia bila bersamanya ^_^

Jumat, 15 Mei 2009

-44- Award Lageee!

Alhamdulillah dapet award lagi. It's The Real WEE dianugerahi 5 award oleh Anjos Blog. Terimakasih banyak atas award tersebut, trus apresiasi yang besar juga aku berikan pada si pemberi award, coz 23tahun.blogspot.com ini masih termasuk kategori blog pemula. Adapun award tersebut adalah sbb:






Nah, dalam menerima award ini, rules-nya adalah:

1. Letakkan gambar awardnya di blogmu.
2. Pasang link ke pemberi award.
3. Sebarkan award ini ke blog lainnya.
4. Pasang link ke penerima award.
5. Tinggalkan pesan di shoutbox atau post comment.

Berikut adalah penerima award dari Wee:

1. blognyasipemalas
2. mrblankx
3. zhatira elqisya
4. anak nelayan
5. kautsar

Keep blogging frennn! ^_^

Senin, 11 Mei 2009

-43- Money Can't Buy Me Love

"Wee, ada cowo yang nanyain kamu tu…"
"Hah??" – gak pengen tau sama sekali siapa tu cowo.
"Itu… yang rumahnya di depan situ."
"Hmm…" – masih gak minat sama sekali, bahkan cenderung ilfil.
"Iya, dia tu caleg, mungkin umurnya agak jauh di atasmu, tapi kaya raya, punya ini itu, rumahnya bla bla bla……"

Begitulah percakapan selintas antara aku dan ibu kost-ku kira2 sebulan yang lalu. Hfff, mungkin gitu yah kalo ibu2 yang tidak bekerja dan sudah tua, hobinya ngomong. Apa aja diomongin. Tak tahukah beliau bahwa aku ilfil, juga malah jadi takut. Tapi bukan tentang itu yang ingin aku tulis di sini. Aku ingin menggarisbawahi kalimat terakhir ibu kost-ku di atas, yang tidak kutanggapi sama sekali, namun sebenarnya langsung masuk ke dalam pikiranku.

Penting gak sih memperkenalkan seorang cowo kepada seorang cewe dengan membacakan daftar kekayaannya? Seperti dalam kasusku ini, bentuknya tu cowo aja aku gak tau. Kenal juga enggak. Namun, daftar kekayaannya sudah lebih dulu release jauh sebelum namanya disebut. And you know what… sampai detik ini si ibu kost belum pernah sekalipun menyebut nama cowo tersebut. Ada2 saja…

Dua bulan sebelumnya:

Pagi itu aku sedang ngobrol santai dengan ibu kost sembari nungguin jemputan travel ke Bengkulu. Si ibu seperti biasa, cerita apapun yang sedang ada di pikirannya dan pengen dia ungkapkan. Dia menceritakan tentang anak pertamanya yang meninggal dunia 4 bulan yang lalu karena jantung. Bahwa anak perempuannya tersebut sering makan ati karena kelakuan menantunya yang malas, tidak pernah bekerja, de el el, de es te.

Puas cerita tentang anak pertamanya, sang ibu kost beralih cerita tentang anak bungsunya. Anak bungsunya seorang laki2, sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak. Istri anaknya tersebut (sebut saja sebagai Sita) merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara. Kakaknya tinggal di Kalimantan, menikah dengan seorang pengusaha kaya, dan sudah dikaruniai 1 anak. Ibu kost menceritakan betapa kaya rayanya saudara menantunya tersebut, bagaimana sang kakak sering membantu adik semata wayangnya, serta betapa sayang besannya (ibunya Sita) kepada Sita dan anaknya.

Nah, rupanya bagian dari cerita ibu kost-ku kali ini adalah klimaksnya. Mungkin karena aku tipe2 pendengar yang baik, yang tidak terlalu banyak menimpali namun terkesan menyimak dengan serius (jujur saja… semua hanya atas dasar kesopanan), maka tidak jarang ibu kost memberikan nasihat di sela2 ceritanya. SIlakan disimak nasehat ibu kostku kali ini…

"Maka dari itu, kalo mau cari suami, janganlah cari yang banyak saudara2 dan sanak keluarganya, supaya kita tetep dapet warisan. Kalau sanak saudaranya banyak, boro2 mau dapet, malah jadi ribet sendiri…" *)

*) kalimat persisnya gak kaya gitu, aku hanya sedikit menerjemahkan.

Hahaha, meski aku tak membantah (secarrra… mw ngomong apa coba gw, takut kualat ahh sama orang tua), aku tertawa terbahak2 di dalam hati. Ouw God, plis degh buk… menyimpulkannya jangan kaya gitu dunk. Harusnya aku sebagai anak kemarin sore ini dinasihati agar jangan pernah mengandalkan dan menggantungkan diri pada harta orang tua. Kalau mau kaya raya, usaha sendiri dunk…

Lima menit yang lalu:

Aku kembali berpikir, mungkin skenario hidup yang telah dijalani sang ibu kost, serta lingkungan yang melingkupinya, dengan serta merta telah membuatnya berpikir begitu. Atas dasar rasa tanggungjawab orangtua yang ingin memberikan pelajaran kepada yang lebih muda, ia pun menasehati supaya aku tidak mengalami keadaan buruk seperti yang telah ia alami. But, don’t you know honey… it’s not so simple. Coz money can’t buy me love…

Selasa, 05 Mei 2009

-42- Kuku Kuku Cantik

Sembari ngantri nunggu giliran transaksi di bank, aku ngobrol santai dengan seorang teman kantor. Ketika sedang seru-serunya ngobrol,tanpa sengaja pandanganku tertuju pada suatu bagian tubuh tertentu dari seorang laki-laki tua di sebelah temanku. Hiii, aku langsung bergidik geli, sesuatu itu terlihat panjang meliuk-liuk, melingkar, kasar, keras, serta tidak sedap dipandang. Yeahh... kuku salah satu jempol tangan laki-laki tersebut puanjaaang banget. Kelihatan ribet dan membatasi ruang gerak bagi jari si empunya kuku sendiri.

Laki-laki tersebut duduk di kursi tunggu sambil memegang buku tabungan. Uhh, sayang aku gak punya fotonya. Menurut perkiraanku, kuku laki-laki itu panjangnya sekitar 5 cm-an. Coba bayangkan, bagaimana ribetnya dia memegang buku tabungan dengan kuku sepanjang itu. Lalu pandanganku beralih ke jari-jarinya yang lain. Ooo... ada cincin gede juga. Langsung kulihat wajahnya... hemm, dukun kali yah. *Hahaha, bagian ini gak penting sama sekali...*

Aku spontan memandangi kuku2ku, yang sebelumnya sudah kupotong. Gak yang pendek2 banget, tapi juga gak terlalu panjang. Kebetulan sekali momen ini terjadi. Momen sekian menit tersebut ternyata mampu mengembarakan ingatanku kemana2. Aku ingat akan keputusanku untuk memendekkan kuku2ku yang sebelumnya bertanggai, kaya kuku2 artis gitu degh. Kenapa?? Karena sebelumnya lagi, ketika aku pulang kampung, kakak perempuanku bilang bahwa dia ilfil liat kuku2 panjangku. Dan dia juga bilang... "Tau gak, di setiap kuku itu ada 40 setan...". Hah? Emang iya? Kok aku baru denger yah. Tapi entah kenapa aku yang sering ngeyel kalo dibilangin, waktu itu hanya terdiam, manyun, namun tak mampu berargumen.

Oke, sekarang aku tidak sedang ingin membahas dalil (secara aku gak tau dalilnya), lebih baik aku evaluasi aja. Apa sih gunanya kuku panjang? Mari kita buat daftarnya...
1. Terlihat cantik.
2. Kalo mau ngorek2 apaaa gitu, jadi gampang.
3. Apa lagi yah???

Kuku panjang terlihat cantik? Jawabannya iya... kalau panjangnya masih dalam batas normal, bentuknya oke, dan yang pasti kudu bersih. Emang lebih cantik kalo dibanding kuku yang dipotong habis? Iya menurutku... Tapiiii, tetap tergantung wajah juga sih, hehehe... Pikiran inilah yang pertama kali terlintas di benakku waktu itu, so... entar dulu deh motongnya.

Momen berikutnya adalah ketika aku harus mengiris bawang buat ditumis. Uhh, kuku2 jari yang kiri ngganggu banget siy, jadi ribet ahh. Selanjutnya adalah sewaktu makan di tempat makan lesehan yang lebih sedap kalo makannya pake tangan. Hadoh, kali ini kuku2 jari yang kanan yang bikin lamban gerakanku. Wah wah... kok kejadian kaya gini baru ada ketika aku pulkam aja yah. Ya iyalah... wong di kost-anku aku gak pernah masak dan makan pake tangan. Pantes... Yo wes lah, kukunya dipendekin dikit deh, masih sayang kalo diabisin...

Waktu berlalu, sebenarnya masih ada hal lain yang diribetkan karena kuku panjang ini. Mencoba bertahan, tapi kok kayanya bodoh banget sih Wee. Hiks, kuku panjang juga ternyata bikin susah sms-an di hape slider-ku. Mencet 3 tombol teratas jadi ribet ahh... Cukup. Cukup sudah kebodohanku selama ini. Udah tau bikin susah, tapi kok teteeeppp aja... Hhhh, kalo dipikir2, kenapa manusia itu sering membantah hati nuraninya sendiri yah. Membodohi diri sendiri. Tapi ya sutralah... yang penting sekarang kuku2ku sudah lebih pendek meski gak bisa dipotong sampai habis... sakiiit.

Jadi apa pesan moralnya: Potong. Potong kukumu... supaya kamu yakin bahwa air wudhu tidak terhalang ^_^

Jumat, 01 Mei 2009

-41- I Luv You, Sizta... *

Barusan aku telpon2an dengan seorang sahabat yang sudah lumayan lama tak bersua. Kangen... Kangen banget sama tu anak. Seneng bisa mendengar suara merdunya (kyaa, lebay). Entah kapan bisa kembali bertemu muka, padahal kadangkala rencana bertemu sudah disusun dalam angan2. Tapi yg namanya manusia (baca: aku) adaaaa aja ingkarnya, hehe...

Balik lagi ke acara telpon2an tadi... Ceritapun mengalir. Masih seperti dulu, tetap kutemukan idealismemu disana, tetap bertengger keceriaan dalam nada suaramu, dan tentu saja... bicaramu tetap dapat menyanjungku hingga aku benar2 merasa dianggap dan dibutuhkan sebagai sahabat. Ouw dear... ^_^

Hmm, apa sih sebenarnya arti sahabat? Samakah dg teman dekat? Wah wah, kok menurutku beda yah... Lalu siapakah sahabatmu? Sahabatku?

Menurutku, pertanyaan yg lebih tepat dilontarkan adalah apakah aku adalah seorang sahabat bagi seseorang dan bukan apakah seseorang itu adalah sahabatku... Pertanyaan tersebut, harus kutanyakan pada hatiku, dan memintanya menjawab tanpa sehelai tabir dusta menutupi (hiiih sok puitis bgt siy).

So??? Pertanyaan2 tersebut jawabannya sederhana. Begitu sederhananya sampai2 bisa disimpulkan bahwa aku adalah sahabatmu ketika hatiku bisa bilang... I luv you, sizta...

Cz I luv u, sizta...
Kudoakan semua yang terbaik untukmu tanpa pernah menunggu kau memintanya.
Kubela nama baikmu dalam tiap celah fitnah yang aku tahu sedang menimpamu.
Lalu dengan hati setulus2nya, aku berbahagia di atas bahagiamu, dan sama sekali tak kuinginkan secuilpun kesedihan menggoyangmu.

Teruntuk sahabat yang tadi kutelpon dan menelponku...
I luv you, sizta...

Jika memang semua itu baik baginya, aku mohon mudahkanlah urusannya Ya Rabb...
Namun jika semua itu tidak baik baginya, maka tunjukilah ia skenario terbaikMu Ya Allah, karena hanya Engkaulah sebaik2 pembuat skenario...

*melow mode ON
~ from my P1i ~