Kamis, 09 Desember 2010

-75- Aku Memimpikan Sebuah Rumah

Aku memimpikan sebuah rumah. Rumah yang sebenar-benarnya rumah. Sebuah bangunan dengan atap, dinding dan lantai. Sebuah konstruksi yang menggabungkan beragam material, entah batu ataupun kayu, dan bersinergi menciptakan labirin-labirin yang teratur, tertata tepat sebagaimana fungsinya, dan terbentuk tepat sebagaimana konsepnya.

Aku memimpikan sebuah rumah. Rumah yang mempunyai cukup ruang bagi penghuninya untuk menerima banyak tamu. Namun juga rumah yang membiarkan masing-masing penghuninya tetap saling menghargai privasi. Rumah yang tidak besar dan tidak kecil, terawasi, terkendali, beraroma keramahan, berhias keterdidikan, bernuansa keterbukaan, religius serta beradab.

Aku memimpikan sebuah rumah. Rumah yang penghuninya menyapu lantai setiap hari. Rumah yang tidak secuil noda-pun akan ditinggalkan di dapur. Rumah yang kamar mandinya akan dibuat selalu nyaman. Rumah yang semua barang di dalamnya mempunyai tempat sendiri-sendiri, rapi dan pasti. Rumah yang dihuni orang-orang penggila kebersihan, pembenci tikus, pencinta keteraturan, pemuja keanggunan, juga pendendam nyala dan asap rokok.

Aku memimpikan sebuah rumah. Rumah yang tidak terbuka sehingga dari luar orang-orang bisa mencium aroma pengharum kamar yang digunakan. Juga rumah yang tidak tertutup sehingga penghuni rumah sebelah bahkan tidak tahu berapa orang yang menetap. Sekedar rumah yang membuat orang-orang di dalamnya mampu mengenal sekitar. Sekedar rumah yang membuat orang-orang di sekitarnya tak segan untuk berkunjung.

Aku memimpikan sebuah rumah. Sebuah rumah milikku sendiri dan bukan milik orang lain. Sebuah rumah dimana aku adalah ratunya. Sebuah rumah dimana aku akan duduk manis, merasa bahagia, tersenyum menikmati cuaca di suatu sore sembari menunggu sesuatu.

Dan ternyata… Kemudian aku benar-benar tersenyum, lalu tertawa tertahan. Jika aku masih memimpikan sebuah rumah seperti itu, berarti aku harus menikah dengan diriku sendiri, membelah diri dan menghasilkan replika-replika seorang aku. Selanjutnya, aku, aku dan banyak aku-aku yang lain akan saling menyusun tembok setinggi-tingginya.

Rabu, 24 November 2010

-74- Sebuah Ruang Serbaguna

Selangkah demi selangkah, pelan kumasuki ruangan itu. Ruangan yang seolah2 semua jawaban atas pertanyaanku ada di dalamnya. Auranya kuat, menarik setiap inchi perhatianku. Seolah2 lautan di dalamnya, kadang tenang, kadang mengganas.

Aku menatap semua penjuru, sudut, langit2, jendela, tembok, warna, bahan... Juga nuansa psikologis yang melayang2, mengambang mengikuti irama jiwa. Aku begitu mengenal tempat itu. Tiada keraguan lagi bahwa akulah manusia yang paling mengenalnya, meskipun kenalku itu tak pernah berujung paham.

Di beberapa sudut terlihat gelap, kotor dan tak bening. Aku yakin jika orang itu melihatnya, dia tidak akan betah membiarkan begitu saja. Betapapun lelahnya dia, nalurinya akan memerintahkan fisiknya untuk segera membersihkannya, minimal bersih dalam wujud penampakan.

Aku berdiri di satu sisi ruang. Aroma malaikat otomatis menghampiri. Menyejukkan, ikhlas, bersyukur, seolah2 kata2 itu menari2 indah, tak dapat kulihat, namun mampu kurasakan dengan sangat jelas. Dan itu sangat indah, seindah menatap mata seorang bayi mungil.

Kubawa kakiku menuju sisi lain, menjelajah setiap petak dan ruang hampa yang menghampar. Tidak semili pun ada bagian yang kulewatkan. Aku melihat marah. Aku melihat kesal. Aku melihat benci. Meskipun aku melihat cinta, sayang dan senyuman, tetap juga aku melihat iri. Aku melihat setiap polah manusia yang aku sangat kenal.

Aku kembali menuju pintu, berbalik lagi dan kembali menatap sayu seluruh ruangan. Aku tahu lautan sedang mengganas. Aku tahu benci sedang meraja. Aku tahu ikhlas sedang ditindas. Dan aku tahu kesal membara. Namun sepintar apapun logikaku merangkai, aku bahkan tidak pernah paham teori dan realitas sebuah ruang. Sebuah ruang serbaguna bernama hati.

Minggu, 24 Oktober 2010

-73- Pesta Malam Itu

Minggu Lalu

Setelah beberapa bulan berlalu, akhirnya janjiku kutepati. Aku berjanji untuk silaturahim ke rumah salah seorang kenalan. Rumahnya tidak terletak di daerah yang sulit dijangkau, tidak juga daerah sepi. Namun entah kenapa aku butuh waktu berbulan2 sekedar untuk memenuhi satu janji itu saja. Mungkin karena aku terlalu malas untuk mempererat tali silaturahim. Juga terlalu asik dengan diri dan hidupku sendiri.

Bertanya kabar dan kesibukan, itulah yang pasti kulakukan. Topik pembuka pembicaraan yang sangat umum dan ampuh untuk memancing topik2 selanjutnya agar obrolan mengalir begitu saja. Upps, dalam hal ini aku agak sedikit sok tahu urusan perkomunikasian, hehe. Nah, kebetulan hari itu Minggu. Dan kebetulan juga banyak acara nikahan. Aku lupa bagaimana awalnya, sampai kemudian obrolan kami menuju tema pesta pernikahan.

Apa lagi yang menarik untuk dibahas dalam tema tersebut selain tentang adatnya. Yup, lain daerah, lain suku, lain pula adat yang digunakan dalam pesta pernikahannya. Kedua temanku saling membagi cerita tentang adat yang mereka tahu (lupa ngasitau: kami ngobrolnya bertiga ya). Pastinya aku menimpali, dengan cara membandingkannya dengan adat yang juga aku tahu. Dan, karena yang ngobrol para cewek2 (terutama, ada aku-nya ding), maka apapun bahasannya, dijamin seru .

Seorang teman menceritakan kebiasaan penyelenggaraan pesta pernikahan yang menurutku cukup aneh. Kebetulan yang menikah adalah salah satu familinya. Di daerah itu, untuk mengadakan pesta pernikahan butuh modal banyak. Betapa tidak, pesta pernikahan bisa berlangsung beberapa hari. Misalnya, acara inti adalah Hari Minggu. Nah, berarti acara Hari Minggu adalah untuk undangan yang sifatnya umum, boleh bapak2, ibu2, anak2 muda, orang2 sekitar, atau para tamu jauh. Tapi, acara yang menarik adalah hari sebelumnya.

Hmm, aku lupa bagaimana urutannya. Kapan acara khusus bapak2 dan kapan acara khusus ibu2. Kebetulan ingatanku agak sedikit parah dalam menangkap detil cerita yang (kukira) tidak terlalu penting, lalu belakangan baru kusadari bahwa sebenarnya aku telah melewatkan inti cerita, hehe. Oke, balik lagi ke tema awal. Yang aku ingat adalah bahwa acara untuk muda mudi berlangsung Sabtu malam. Nah, pada saat itu yang datang ke tempat pesta adalah para muda mudi, cewek cowok, laki-laki perempuan. Semua berkumpul untuk berpesta.

Apa kegiatan mereka selama berpesta? Yang pasti nyanyi2. Ada biduannya juga, dan menurut temanku itu, rok-nya Sang Biduan makin malam akan makin mini *tuing tuing*. Selain itu, tuan rumah juga HARUS menyediakan minuman. Minumannya bir, dan sekali lagi sifatnya WAJIB. Kalo gak ada bir, dipastikan akan ribut. Jadi tidak heran kalau temanku bilang bahwa ngadain pesta di sana butuh modal tidak sedikit.

Sekitar jam 11 malam lampu akan dimatikan. Sebelum itu biasanya para ibu2 sudah sibuk menyuruh anak gadisnya bubar. Sudah waktunya gelap2an, dan di waktu tersebut pesta dipenuhi kaum adam. Mereka berjoged bersama biduan. Mesti bawa saweran biar biduannya mau menghampiri. Kalo nyawernya banyak, pasti disamperin sama biduannya. Sang biduan, ditarik ke pojokan, ayo aja, ke tempat lebih gelap, oke aja, asal rupiahnya banyak. Hii… biduannya tidak hanya satu loh, bisa sampai empat orang. Dan yang paling pasti adalah bahwa ntu biduan digerayangi alias dipegang2 oleh para lelaki yang entah masih sadar atau tidak. Kalau mendengar ceritanya, tidak heran jika sering terjadi keributan di acara malam suatu pesta, atau terjadi perkosaan setelah menghadiri pesta malam. Memang dipancing sih…

Acara malam itu tidak hanya dihadiri oleh para bujang, bapak2 juga banyak yang ikutan nyawer. Maka dari itu, bukan hanya yang punya hajat yang abis duit, yang ikutan pesta juga mesti merogoh kocek biar bisa ikutan hepi2. Para istri juga melihat dari dalam rumah. Mereka melihat semua tingkah suami mereka. Temanku iseng bertanya pada salah seorang ibu, “Ibu gak marah suaminya gitu?”. Dan Si Ibu menjawab, “Mau gimana lagi, biarin aja daripada ribut…” Weleh-weleh…

Lama kelamaan tidak sedikit hadirin yang tumbang di sana sini. Mabuk kali yah. Lalu menjelang pagi tempat akan dibersihkan untuk acara hari Minggunya. Dan, pagi harinya bapak2 yang malam sebelumnya pada nyawer dan mabuk, seperti tidak berdosa, akan datang lagi dengan peci dan baju kokonya. Lucu, benar2 lucu. Aku sampai terkesima mendengar ceritanya. Hmm, ternyata begitu…

Seminggu Sebelum Minggu Lalu


Malam hari sekitar jam 11 aku dan beberapa teman melakukan perjalanan malam dan melewati suatu daerah. Kebetulan di daerah tersebut sedang ada pesta. Mobil yang kami naiki berjalan pelan melewati keramaian, kebanyakan pemuda2 tanggung. Aku mendengar suara musik, tapi panggung dan tendanya gelap. Wah, orang2 ini sudah tau listrik mati masih juga pesta2, begitu pikirku. Kuperhatikan lagi keadaannya dengan seksama. Ada banyak sekali bir2 yang disusun berjejer di tempat itu. Apa? Pesta malam, full musik dengan cewek berbusana seadanya bergoyang di panggung, gelap2an, pake acara jual minuman keras juga? Berminat memancing keributan dan menggalakkan maksiat ya? Ck ck ck, aku heran dan tak habis pikir. Astaghfirullah… Jauhkanlah kami dari hal2 seperti itu Ya Allah…

Lalu… pertanyaan atas keheranan2ku itu tidak sengaja terjawab seminggu kemudian.

Jumat, 15 Oktober 2010

-72- Transaksi Berinfaq

Kemarin pagi aku akan keluar dari parkiran sebuah bank. Motorku terhalang motor-motor lain yang melintang semrawut. Kucari abang tukang parkir. Dengan ekor mataku kudapati dia tengah bertransaksi, mencari-cari kembalian untuk seorang bapak yang membayar parkir dengan uang sepuluh ribuan.

Dia merogoh-rogoh tas pinggangnya, mencari-cari dan menghitung hingga sejumlah Rp.9.500. Selesai. Tidak sampai dua menit kemudian dia sudah berdiri di depanku, membantu mengeluarkan motorku, lalu aku bayar dan langsung pergi.

Kejadian itu sangat biasa. Sebiasa kejadian-kejadian nyaris serupa lainnya yang langsung terlintas di pikiranku kala melihat si abang tukang parkir merogoh dan mencari-cari rupiah dalam tasnya. Kejadian yang beberapa kali aku temukan ketika kotak infaq tengah digeserkan di masjid. Kejadian yang (sekali lagi) adalah biasa, tapi terasa sedikit aneh di mataku.

Waktu itu aku shalat tarawih di masjid. Ketika ceramah, kotak infaq digeser melewati para jamaah. Lazimnya, orang-orang akan memasukkan infaq melalui celah kecil di atas kotak, lalu menggesernya kembali ke jamaah lain. Namun seorang ibu bertingkah lain. Dia membuka kotak tersebut, mencari-cari sejumlah nominal untuk kembalian infaq yang dia bayar dengan uang sepuluh ribuan.

Aku tersenyum melihatnya. Lalu aku teringat pada aksi serupa seorang gadis ketika acara galang dana musibah bencana alam beberapa tahun sebelumnya. Sepertinya biasa. Namun aku yakin bahwa bukan hanya aku yang akan tersenyum melihat kejadian seperti itu, lalu berpikir bahwa hal tersebut terlihat aneh.

Plis deh Bu... Apa salahnya kesemua sepuluh ribuan itu diinfaqkan. Atau memang sudah dari sebelumnya siapin aja uang receh untuk infaq. Tapi... Masih mending dia mau infaq Wee. Siapa tau memang tinggal sepuluh ribuan itulah yang dia punya, padahal dia masih harus membeli makanan untuk anaknya. Tapi lagi, sepertinya ibu itu bukan orang tak punya. Idih, infaq aja pelit banget sih. Rrrghhh, malah aku yang rese ini :(

Hmm, seharusnya aku berpikir sama halnya kejadian di tempat parkir. Bukankah bapak itu tidak punya uang receh sama sekali, tapi tetap harus bayar parkir yang cuma 500 perak. Jadi apa salahnya bayar pake sepuluh ribuan. Bikin sebel sih, soalnya jadi ribet, tapi gak salah kan? Iya sih, tapi lagi2 aku berpikir bahwa urusan infaq kan beda. Infaq adalah urusan amal dan pahala, masa pelit amat si... Uppsss...

Ah, sudahlah Wee. Yang penting kalau kamu tidak sayang menghabiskan rupiah untuk barang yang tidak terlalu perlu, kenapa kamu pelit berinfaq? Biarlah kejadian2 itu berlalu, berasa aneh dan tidak lazim. Namun jangan sampai kamu men-judge ini itu gak jelas. Urus saja dirimu sendiri ^^

***

Suatu hari sebuah kotak infaq kembali digeser. Ada lagi yang membukanya dan mencari-cari uang receh. Tapi bukan untuk kembalian, melainkan untuk menukar uangnya yang besar menjadi recehan...

(iseng2 ditemani lilin, dalam gelap malam, listrik mati, air pun mati)

Selasa, 24 Agustus 2010

-71- Menggali Ukhuwah Masa Lalu *)

Kamis, 16 November 2006, 24 Syawal 1427 H
(07.05 pm)

Hmm, lama aku gak nulis. Tadi sore aku ngenet ry... tanpa sengaja aku baca blog-nya seorang teman. Entah kenapa perasaanku jadi terasa... entahlah, aku sendiri gak terlalu yakin bagaimana mendefinisikannya, apa namanya, seperti apa rasanya. Pokoknya aku hanya ingin menangis. Bukan karena apa yang ia tulis di situ, melainkan karena hal lain yang kemudian terpikirkan olehku setelah membacanya. Dan lagi-lagi aku gak tahu apa hal lain itu. Yang aku tahu hanyalah bahwa itu adalah tentang diriku dan bukan tentang orang lain.

Kadang aku merasa begitu capek ry... aku juga gak tahu apa yang membuatku capek (yang jelas bukan karena aku abis nyangkul di sawah...). Aku capek dengan keseharianku. Aku capek harus menjadi akhwat. Aku capek. Tapi aku ingin jadi muslimah solehah. Adakah cara untuk menjadi wanita solehah tanpa harus menjadi seorang akhwat?? Aku lelah. Aku lelah dengan perasanku. Aku lelah dengan orang-orang alias akhwat-akhwat di sekitarku. Apakah aku kecewa? Bisa jadi.

Aku sering berpikir, seperti apa ukhuwah itu? Apakah hanya sekedar kata untuk mendefinisikan hubungan persahabatan karena Allah? Kalaupun iya... apakah memang benar-benar begitu? Yang aku tahu adalah bahwa kata ukhuwah itu sering digunakan oleh orang-orang yang (mungkin) menyebut diri mereka ikhwan atau akhwat alias ikhwah. Tak masalah dari jamaah alias harokah mana mereka berasal. Pokoknya kata itu terbilang baru dalam kamusku. Usianya mungkin hampir 4 tahun. Yah, sejak aku masuk kuliah, lalu mengenal para ikhwan akhwat, berinteraksi dengan mereka, juga kadang ikut masuk dalam dunia mereka. Apakah aku sendiri juga pantas disebut akhwat? Layakkah aku? Tolong ry... definisikan padaku apa itu akhwat!

Ukhuwah. Apakah persahabatan itu sama dengan ukhuwah? Apakah saling senyum, salam-salaman, cipika cipiki kalo ketemu adalah ukhuwah? Apakah hubungan sesama temen-temen liqo adalah ukhuwah? Apakah syuro bareng, dsb bisa disebut ukhuwah? Lalu bagaimana ciri-cirinya? Apakah kalau 1 barang adalah milik bersama adalah ukhuwah? Apakah itu ukhuwah jika mengucapkan kata2 afwan ketika tidak bisa menepati suatu janji? Apakah ukhuwah itu hanya sesama mereka yang berhijab panjang? Kalau bukan itu jawabannya, lalu apakah ukhuwah itu? Tapi kalau memang benar itu jawabannya, apakah aku sudah merasakan dan menikmati ukhuwah yang katanya indah itu? Apakah dulu ketika aku gak punya teman akhwat berjilbab (apalagi berjilbab panjang) melainkan teman2 yang belum berhijab bisa disebut ukhuwah? Apakah orang-orang yang berhijab itu begitu istimewa? Huh, aku capek sendiri kalau harus memikirkan hal itu. Kadang aku benci dengan yang namanya akhwat. Tapi terkadang juga aku salut abiz sama mereka. Aku sering menyalahkan diriku sendiri, kenapa aku tidak pernah selalu berpikir bahwa mereka bukan malaikat. Mereka bukan manusia tanpa dosa. Mereka punya hawa nafsu yang bisa membuatnya khilaf.

Sekarang aku sudah tingkat IV semester 7. Seorang Noveria Dwiyandari yang sudah berhijab (Insya Allah syar’i), ngaji, kadang2 ikut syuro... pokoknya duniaku dikelilingi oleh para akhwat (maksudnya di lingkunganku sekarang kebanyakan akhwatnya). Yah... minimal aku dikelilingi oleh orang2 baik lah. Meskipun bukan akhwat (siapa ya yg ngomong gitu?) tapi mereka lebih dari baik. Sekarang aku berhadapan dengan pihak-pihak yang mungkin antipati dengan yang namanya akhwat. Yang ngomongin kalo akhwat itu muna’ lah, akstrem lah, eksklusif lah. Huh... Capeknya lagi aku gak tahu sebenarnya aku berdiri di mana, namun jujur saja, instingku sering mengarahkanku untuk membela mereka.

Dulu, tiga setengah tahun yang lalu aku berdiri di barisan orang2 itu. Aku menganggap kalo akhwat itu agak nyebelin, muna’, ga gaul, eksklusif (temennya itu2 aja), gak asyik, juga gak pinter. Sekarang... meskipun ada beberapa anggapan yang kemudian terkikis, namun belum terkikis seluruhnya. Eksklusif? Masalah klasik kaleee ya... Aku sering ngeliat kalo mereka tuh cuma suka ngobrol sesama mereka aja (ini yg sedang aku komentari adalah mereka-mereka yang tergolong akhwat tingkat tinggi). Tapi kalo sama orang-orang umum (istilahnya ammah)... wuih baiknya minta ampun. Yah istilahnya objek dakwah lah. Itupun menurutku ga seluruhnya dibaikin. Kalo dikira dah yang susah banget gitu dideketin, ya biasa2 aja juga. Umumnya seh para ammah yang kalem, ataupun yang sejenis itu yang bakal dideketin. Repotnya adalah orang-orang yang seperti aku. Mereka gak menyebut aku ammah, tapi aku juga bukan akhwat tingkat tinggi. So, dijadiin objek dakwah (sehingga didekati) enggak, tapi ngomongin hal2 yg berbau amniah (istilahnya mereka ne...) juga enggak mungkin. Capek degh... Lebih capeknya lagi, aku banyak tahu hal2 amniah yang mereka lakukan. Aku tahu banyak hal, bahkan hal-hal yang mereka sendiri pun tidak akan menyangka kalo aku tahu. So... kebayang ga seh betapa ga enaknya. BETE degh...

Dah dulu ya ry... aku dah mulai BETE jadinya ne.

*) Diambil langsung dari catatan harian pribadi

***

Iseng kubaca lagi catatan harian pribadiku sejak dulu kala. Penuh kenangan. Ada yang lucu, menyebalkan, menyedihkan, juga menyenangkan. Biarlah rangkaian huruf2 itu tetap tertata rapi di tempatnya, untuk dapat dibaca kembali bertahun2 setelahnya. Begitulah aku dan masa laluku ^^

Minggu, 30 Mei 2010

-70- Jam Tangan Pun Bercerita

Bentuknya bulat dengan tali berwarna biru. Penunjuk detiknya tak berjarum, hanya sebentuk wajah dengan senyum lucu yang selalu berputar bersamaan dengan kalimat "Don't worry. Be happy". Seingatku itulah jam tangan pertamaku. Aku tidak pernah tahu merknya. Yang aku tahu hanyalah bahwa jam itu adalah jam tangan kesayanganku, pemberian Bapak ketika aku masih SD dulu.

Beranjak SMP aku dihadiahi sebuah jam tangan bulat berukuran kecil dengan tali kulit berwarna hitam. Jam tangan dengan wajah tersenyum sedikit terlupakan. Tempatnya tergantikan oleh yang lain yang auranya lebih dewasa. Lalu menjelang akhir SMA aku penasaran ingin mencoba menjadi lebih feminin dengan jam tangan stainless. Dua jam tangan sebelumnya entah sudah dimana rimbanya. Namun, ternyata usia si stainless hanya seumur jagung. Pergelangan tanganku gatal2 iritasi. Akhirnya kusingkirkan ia dan kuputuskan untuk tanpa jam tangan dulu selama beberapa waktu. Dan, ternyata rasanya aneh.

Lagi2 jam tangan hitam menjadi pilihanku di awal kuliah. Bentuknya bulat bersegi banyak dengan angka2 tercetak besar di pinggir2nya. Lucu dan keren meskipun merknya gak jelas. Aku nyaman dengan jam yang satu ini, padahal selama kuliah entah sudah berapa banyak jam tangan murah meriah yang singgah di pergelangan tanganku. Sampai kemudian, menjelang akhir kuliah aku mulai mengganti jam tanganku dengan jam yang merknya setidaknya lebih jelas. Aku beralih ke jam tangan berbentuk kotak dan lagi2 hitam dari Sophie Paris. Waktu itu aku berpikir, cukup sudah aku koleksi dan gonta ganti jam tangan keluaran negeri antah berantah. Cukuplah 1 jam tangan saja, gak perlu gonta ganti, tapi yang cuma 1 itu merknya harus jelas.

Hari2 berlalu dan ternyata seperti sebelumnya, aku tidak betah dengan hanya 1 jam tangan saja. Lagi2 aku membeli jam tangan yang menurutku unik, entah itu putih lucu, merah feminin, atau jam tangan rantai hitam yang (menurutku) elegan, juga jam tangan stainless berbentuk kotak yang berukuran sedang. Sampai sejauh ini jam itulah jam tangan gak jelas yang paling aku suka dan yang terakhir kali kumiliki.

Suatu hari saat sedang break sholat dalam suatu acara, ketika aku hendak wudhu, jam tangan itu terjatuh ke lantai. Posisi jatuhnya benar2 pas sehingga kacanya retak. Sangat disayangkan. Dan karena kejadian itu, 2 hari berikutnya aku tanpa jam tangan. Rasanya benar2 janggal dan tidak nyaman. Keinginan untuk membeli jam tangan baru kembali mencuat. Kali ini aku bertekad untuk meluruskan niat, cukup pilih 1 jam tangan saja dengan merk yang jelas.

Pilihanku jatuh pada jam tangan Ray Rucci berbentuk kotak panjang yang agak besar. Entah kenapa sejak pertama kali melihatnya aku langsung naksir. Ia kelihatan keren dan elegan pada saat nangkring di pergelangan tanganku (atau emang dasar orangnya yang keren kali yah, :D). Dan sampai detik ini aku masih setia dengannya. Kusingkirkan jauh2 semua jam tangan sebelumnya. Goodbye all, terimakasih telah senantiasa berputar sepanjang hariku.

......

Kuraba tanganku tepat di pergelangannya. Pikiranku kosong. Bahkan sebuah jam tangan pun mampu mengingatkan akan setiap detik yang kulalui. Bahkan aku tidak pernah tahu sudah berapa kali mereka berputar seiring berjalannya hidupku. Bahkan tidak jarang aku lupa bahwa sesungguhnya ia amat membantuku melihat waktu. Bahkan aku tak pernah ingat tentang mereka semua, entah sudah berapa banyak jam tangan yang pernah kumiliki, bagaimana jenisnya, juga seperti apa rupanya.

Seandainya ia manusia, hatiku pun tak yakin apakah ternyata ada banyak manusia yang telah mampir dalam hidupku, memberikan pelajaran berharga, lalu kemudian ia kulupakan. Seandainya ia pilihan hidup, otakku pun tak mampu berpikir apakah sudah terlalu banyak pilihan hidup yang tak bisa aku pilih dengan benar. Seandainya ia adalah waktu itu sendiri, akankah ia menuntutku atas kelalaian yang mungkin tak terhitung lagi.

Dan memang... sebuah jam tangan pun mampu bercerita.

Minggu, 25 April 2010

-69- Perempatan Tak Bernama

Suatu malam yang kerontang kudapati diri berdiri ragu di tengah2 perempatan. Jengah berpolah disapu pandang jiwa yang kuciptakan sendiri. Berpikir keras sembari melihat sekilas beberapa mata yang tertarik untuk melirik. Pelan kulangkahkan kaki menuju jalan pertama.

Sepanjang jalan itu dihiasi wajah2 bertopeng putih kemerahan, menempel pada tubuh2 yang berjalan anggun. Serangkaian besi berserakan dianiaya oleh para wajah bertopeng, sekedar untuk membuang sejumput daging. Aku menikmatinya, lalu merasa muak. Sampai kemudian kutemukan perempatan lagi, perempatan yang sama.

Aku menuju jalan kedua dan langsung disambut riuhnya canda tawa. Aku tidak melihat seorangpun yang diam di sepanjang jalan itu. Ejekan2 yang secara normal menyakitkan hanya ditingkahi dengan tawa2 berderai. Mereka bertingkah seolah tak ada kesusahan. Aku ikut tersenyum. Senyum yang kusadari hanyalah sementara. Kesementaraan yang menggiringku kembali menemukan perempatan yang lagi2 sama.

Jalan ketiga pun kususuri. Kulihat kertas2 beterbangan. Huruf2 tersusun layaknya serombongan semut berbaris, rapi dan memusingkan. Bunyi mesin berderit2 kejam memaksa manusia berpikir keras. Orang2 lalu lalang tergesa seolah2 semua keluarga mereka baru saja meninggal dunia. Beberapa perempuan terlihat begitu serius sampai tak menyadari wajahnya terlihat kusam. Entah mereka punya anak dan suami atau tidak. Dan di ujung jalan terlihat beberapa orang saling mencakar, berebut segepok rupiah yang entah milik siapa. Segera kuputuskan untuk tidak akan menghabiskan waktu terlalu lama di sana.

Aku melihat perempatan lagi. Perempatan yang tetap sama. Kali ini kupilih jalan keempat. Jalan itu gelap, berkelok2 dan tak teraba. Entah mengapa belum ada lampu2 jalan yang dipasang untuk meneranginya. Aku ketakutan dan tidak tahu sudah berjalan seberapa jauh. Sesekali aku berpapasan dengan beberapa orang yang menyapa namun tak hendak kusapa, tak berani mengambil resiko. Sesekali juga terlihat cahaya dan wajah2 ramah. Aku berjalan penuh strategi ke arahnya, pelan, tak ingin tersandung batu yang berserakan. Senantiasa kuyakinkan diri bahwa aku tak akan tersesat dan terpedaya.

Begitulah perjalananku malam itu dan malam2 berikutnya. Berhadapan dengan perempatan yang selalu sama, perempatan tak bernama. Ingin rasanya kubuat sketsa pada tiap perjalananku, tapi ternyata aku tak mampu. Aku hanya mampu merangkai beberapa mozaik, menangisi beberapa kesalahan, dan tersenyum mendengar beberapa suara. Akulah perempuan, di tengah2 perempatan tak bernama.

Jumat, 16 April 2010

-68- Perempuan Bulan Maret

Sebuah SMS masuk di antara hujan kemarin malam.
"Ya Allah, curahkanlah bidadari solehah ini dengan kasihMu. Awasi ketat tiap langkahnya agar tetap istiqomah di jalanMu. Kutitipkan ia padaMu dan yakinkan ia bahwa pada saatnya nanti akan ada seorang raja soleh yang mencintainya karenaMu, yang akan menjadi penjaga dan penyempurna agamanya, yang akan membuatnya hidup dan memberi manfaat pada orang-orang di sekitarnya."

Aku membaca nama pengirimnya. Seorang teman yang belum genap 30 hari kukenal. Perkenalan tidak sengaja yang bukan tanpa kepentingan. Entahlah, apakah memang aku sudah ditakdirkan bertemu dan berinteraksi dengannya. Entahlah, apakah dia sengaja disinggungkan dengan kehidupanku untuk sedikit saja menyentakku, merangsang naluriku untuk mengira-ngira dan mengamati lebih seksama, perempuan seperti apakah dia.

Sejak pertama kali bertemu, perempuan itu sudah lumayan bisa sedikit menarik minatku. Hanya sedikit saja, tidak lebih. Lalu aku memperhatikannya dan secara otomatis merasa seperti melihat teman-teman kuliahku dulu. Rok panjang model A dengan blus panjangnya. Jilbab bahan biasa dan tidak terlalu menggunakan banyak seni dalam penyematannya. Tanpa make-up dan asesoris serta terkesan masih saklek dalam berpenampilan. Dan dia senantiasa menatapku dengan wajah berbinar.

Beberapa hari kemudian dia mulai mendekatiku, memberikan jawaban atas binar matanya setiap kali menatapku. Ouw, ternyata wajahku mengingatkannya pada seorang teman dekat yang sudah lama tidak bertemu dan hilang kontak. Sangat mirip katanya. Apalagi teman dekatnya itu juga berasal dari daerah yang sama denganku. Tak ayal lagi, karena melihatku, rindu pada temannya itu semakin bergejolak. Sampai-sampai dia pun bercerita bahwa sosok aku yang merupakan orang baru dalam kehidupannya ini bisa masuk ke dalam mimpinya dan menjalani skenario yang aneh, aku menikah dengan teman SMU-nya.

Aku tersenyum. Tak bisa kupungkiri aku juga tertarik padanya. Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melihat bentuk-bentuk orang yang seperti itu di sini, entah sudah berapa lama. Aku semakin penasaran dan ingin tahu bagaimana kelanjutannya, sejauh mana dia masih bisa menarik minatku. Sebijak apa dia menyikapi poin-poin kontradiktif dalam diriku. Dan seberapa profesional dia dalam urusan pekerjaan.

Beberapa hari yang lalu dia pernah melontarkan sebuah pertanyaan melalui sms.
"Saat ujian aku di depan. Saat istirahat aku tidak ada. Saat ada guru aku berada di barisan 2/4. Apakah aku?" Dia bilang, dia hanya ingin tahu tentang pemikiranku. Lalu dengan cepat tanpa berpikir lama langsung saja kujawab, "Idealisme". Dia kembali membalas, "Pikir lagi, waktunya masih panjang kok." Lagi-lagi kujawab, "Otak". Aku benar-benar malas berpikir, dan hal itu juga kuutarakan padanya. Dia pun membalas sambil tersenyum bahwa tidak mungkin otak bisa hilang pada waktu istirahat, dan dia bilang bahwa dia sedikit tahu tentang pemikiranku. Ketika aku meminta penjelasan, dia hanya berkata bahwa belum waktunya aku diberitahu. Aku penasaran, tapi juga bukan tipeku untuk mengejar-ngejar seseorang agar mengatakan sesuatu yang tidak ingin dia katakan. Sudahlah, biarkan saja dia berpikir dan menilai.

Aku membuka-buka lagi inbox hapeku, melihat lagi beberapa smsnya dan tersenyum.

"Ikhlas adalah tidak merasa telah ikhlas. Barang siapa masih menyaksikan keikhlasan dalam ikhlasnya, maka keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan lagi. Semoga kita selalu menjadi orang yang ikhlas dalam menjalani semua amanah."

"Gunakan keikhlasan sebagai kekuatan dalam bekerja kita dan gunakan keberserahan dari penantian hasil kerja kita, lalu lihat apa yang terjadi."

"Jalan ini, jalan cinta. Jalan cinta, menyaksikannya dicinta tanpa pencinta. Nilainya pada kebersamaan. Keagungannya pada keridhaan. Seseorang itu sempurna bukan karena banyak amalan, tetapi sempurna disisiNya karena Dia meridhainya. Jalan keridhaan Tuhan bukan bergantung pada amalan tapi sejauh mana seseorang menghayati bahwa setiap amalan yang dikerjakannya adalah dari Sang Pencipta."

"Ketika wajah ini penat memikirkan dunia, maka berwudhulah. Ketika tangan ini letih menggapai cita-cita, maka bertakbirlah. Ketika pundak tak kuasa memikul amanah, maka bersujudlah. Ikhlaskan semuanya dan mendekatlah padaNya."

***

Kubaca ulang sms yang dia kirimkan kemarin. Hmm, dia tahu saja. Memang hal yang paling sering melayang-layang dalam pikiranku adalah bahwa menjadi seorang perempuan lajang di tempat ini, dalam situasi dan kondisi seperti ini, pada waktu-waktu yang juga seperti ini adalah sangat tidak menyenangkan. Jadi terimakasih banyak atas sms itu. Aku menganggapnya sebagai sebuah doa yang tiada henti-hentinya hendak aku aminkan. Amiiin, amiiin Ya Rabb ^_^

Minggu, 28 Februari 2010

-67- Orang-Orang Yang Dibenci Iblis *)

Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Iblis, "Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?"
Iblis segera menjawab: "Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci."

"Siapa selanjutnya?" "Pemuda yang bertakwa yang memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT." "Lalu siapa lagi?" "Orang alim dan wara’ (Loyal)" "Lalu siapa lagi?" "Orang yang selalu bersuci." "Siapa lagi?" "Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepda orang lain." "Apa tanda kesabarannya?" "Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang -orang yang sabar." "Selanjutnya apa?" "Orang kaya yang bersyukur."

Amalan Yang Dapat Menyakiti Iblis

"Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak sholat?" "Aku merasa panas dingin dan gemetar." "Kenapa?" "Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat." "Jika seorang umatku berpuasa?" "Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka." "Jika ia berhaji?" "Aku seperti orang gila."
"Jika ia membaca al-Quran?" "Aku merasa meleleh laksana timah diatas api." "Jika ia bersedekah?" "Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji." "Mengapa bisa begitu?" "Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya, yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya." "Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?" "Suara kuda perang di jalan Allah." "Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?" "Taubat orang yang bertaubat." "Apa yang dapat membakar hatimu?" "Istighfar di waktu siang dan malam.""Apa yang dapat mencoreng wajahmu?" "Sedekah yang diam-diam." "Apa yang dapat menusuk matamu?" "Shalat fajar." "Apa yang dapat memukul kepalamu?" "Shalat berjamaah." "Apa yang paling mengganggumu?" "Majelis para ulama." "Bagaimana cara makanmu?" "Dengan tangan kiri dan jariku." "Dimanakah kau menaungi anak-anakmu di musim panas?" "Di bawah kuku manusia."

Manusia Yang Menjadi Teman Iblis

Nabi lalu bertanya, "Siapa temanmu wahai Iblis?" "Pemakan riba." "Siapa sahabatmu?" "Pezina." "Siapa teman tidurmu?" "Pemabuk." "Siapa tamumu?" "Pencuri." "Siapa utusanmu?" "Tukang sihir." "Apa yang membuatmu gembira?" "Bersumpah dengan cerai." "Siapa kekasihmu?" "Orang yang meninggalkan sholat jum’at." "Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?" "Orang yang meninggalkan sholatnya dengan sengaja."

Iblis Tidak Berdaya di Hadapan Orang Yang Ikhlas

Rasulullah SAW lalu bersabda, "Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu." Iblis segera menimpali, "Tidak, tidak… tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari akhir. Bagaimana kau bisa berbahagia dengan umatmu, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak bisa melihatku. Demi yang menciptakan diriku dan memberikanku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang bisa membaca dan tidak bisa membaca, yang durjana dan yang shaleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas." "Siapa orang yang ikhlas menurutmu ?" "Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku."

Iblis Dibantu oleh 70.000 anak-anaknya

Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku mempunyai 70.000 anak. Dan setiap anak memiliki 70.000 syaithan. Sebagian ada yang aku tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebagian untuk menggangu anak-anak muda, sebagian untuk menganggu orang-orang tua, sebagian untuk menggangu wanita-wanita tua, sebagian anak-anakku juga aku tugaskan kepada para Zahid. Aku punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada shalat berjamaah. Tanpanya, manusia tidak akan mengantuk pada waktu shalat berjamaah. Aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur dan pahalanya terhapus. Aku punya anak yang senang berada di lidah manusia, jika seseorang melakukan kebajikan lalu ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus. Pada setiap seorang wanita yang berjalan, anakku dan syaithan duduk di pinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya. Syaithon juga berkata,"Keluarkan tanganmu", lalu ia mengeluarkan tangannya lalu syaithon pun menghiasi kukunya. Mereka, anak-anakku selalu meyusup dan berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya, dari satu pintu ke pintu yang lainnya untuk menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka. Akhirnya mereka menyembah Allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa. Tahukah kamu Muhammad, bahwa ada rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya, sembuh seketika. Aku terus menggodanya hingga ia berzina, membunuh dan kufur.

Cara Iblis Menggoda

Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku? Akulah mahluk pertama yang berdusta. Pendusta adalah sahabatku. Barangsiapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku. Tahukah kau Muhammad, aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gosip) dan namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar, sebab barang siapa membiasakan dengan kata-kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak-anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, CERAI.

Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur-ulur shalat. Setiap ia hendak berdiri untuk shalat, aku bisikan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia manundanya hingga ia melaksanakan shalat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya kemukanya. Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia shalat. Namun aku bisikkan ke telinganya "Lihat kiri dan kananmu", iapun menoleh. Pada saat itu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku katakan "Shalatmu tidak sah." Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam shalatnya akan dipukul. Jika ia shalat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. Ia pun shalat seperti ayam yang mematuk beras. Jika ia berhasil mengalahkanku dan ia shalat berjamaah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkannya sebelum imam. Kamu tahu bahwa melakukan itu batal shalatnya dan wajahnya akan dirubah menjadi wajah keledai. Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam shalat. Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaithan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia. Dan iapun semakin taat padaku. Kebahagiaan apa untukmu, sedang aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan sholat. Aku katakan padaknya, "Kamu tidak wajib sholat, sholat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak. Jika kehidupanmu telah berubah baru kau shalat." Ia pun mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan sholat maka Allah akan menemuinya dalam Kemurkaan. Wahai Muhammad, jika aku berdusta Allah akan menjadikanku debu. Wahai Muhammad, apakah kau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari islam?

10 Hal Permintaan Iblis Kepada Allah SWT

"Berapa hal yang kau pinta dari Tuhanmu?" "10 macam""apa saja?"
1. Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah SWT berfirman, "Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan." (QS Al-Isra :64). Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba, aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.
1. Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah, maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithon.
2. Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal.
3. Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.
4. Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku.
5. Aku minta agar Allah memberikanku saudara, maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.
6. Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku.
7. Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku. Allah berfirman, "Orang-orang boros adalah saudara-saudara syaithan." (QS Al-Isra : 27).
8. Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku.
9. Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah menjawab, "Silahkan", dan aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.

*) Repost dari pesan salah seorang member group Baturaja Facebook Users Community.

Selasa, 12 Januari 2010

-66- SITIPHOBIA

Grudug... grudug... brakkkkkkkkk...

Aku terkejut, refleks menengadahkan wajah menatap langit2 kamar kostku. Suara apa itu? Sebuah pertanyaan retoris, tidak butuh jawaban karena aku sendiri sebenarnya sudah tahu jawabannya. Tak ayal lagi, suara itu pasti hasil jerih payah jenis hewan yang paling menjijikkan sedunia. Musuh bebuyutan Si Kucing Tom.

Tanpa sadar aku menggeleng2kan kepala. Entah sejak kapan aku menjadi seorang pembenci tikus. Benar2 benci dan jijik. Temanku bilang aku phobia, takutku berlebihan, terlalu berlebihan. Sampai2 aku sendiri pun tidak yakin, apakah aku sekedar jijik atau memang benar2 takut. Aku tak kuasa untuk tidak menggidikkan bahu begitu teringat pengalaman2 sebelumnya yang berhubungan dengan binatang itu.

Dulu sekali, di rumahku pernah muncul seekor tikus curut kecil. Ia tersesat di ruang makan. Aku masih sangat ingat perasaanku waktu itu, benar2 was2 kalau2 ia berjalan ke arahku. Refleks kuangkat kaki, mendekam di atas kursi. Tidak sedikitpun aku berani bergerak. Tubuhku kaku, tapi tidak lidahku. Aku berteriak2 heboh dan baru berhenti setelah Bapak berhasil mengatasinya.

Aku, kakakku dan sepupuku pernah menginap di rumah salah seorang saudara jauh di Palembang. Rumahnya bermodel panggung, jadi kami hanya akan sampai di kamar mandi setelah menuruni sebuah tangga kayu di dapur. Ketika aku hendak ke kamar mandi, tanpa sengaja aku melihat seekor tikus berada di atas piring bekas makan yang diletakkan di lantai. Tikus itu layaknya hidangan yang diletakkan di dalam piring. Piringnya berukuran besar dan tikus itu memenuhinya. Aku histeris. Itulah pertama kalinya aku tahu bahwa di dunia ini ada tikus sebesar itu. Tikus itu pun tak kalah kaget. Ia segera beranjak meninggalkan makanannya.

Satu hal yang paling mengesankan tentang sebuah kota bernama Jakarta. Sepertinya di kota ini sudah terlalu banyak hal2 yang menyimpang dari kodratnya. Aku benar2 kagum, bagaimana mungkin binatang berkumis tak lagi punya taring di hadapan binatang yang seharusnya menjadi mangsanya. Tikus2 berkeliaran dengan santainya, melewati kucing2 yang terlihat mengalami kreatinisme. Yup, ketika kucing2 begitu kerdil, tikus2 sehat walafiat dengan ukuran tubuh yang WAH. Aku yakin perangkap tikus di pasaran tidak akan mampu memenjarakan tikus2 yang kelebihan hormon itu.

Kakakku dan aku menempati sebuah rumah kontrakan berlantai dua di Jakarta. Semua baik2 saja sampai bencana itu muncul. Entah dari mana tikus2 mulai berdatangan.Pernah suatu ketika aku ingin ke kamar mandi. Begitu pintunya kubuka, seekor tikus merayap cepat keluar dari kamar mandi, nyaris menyentuh kakiku. Aku membeku, ketakutan setengah hidup. Lain waktu di tengah malam aku ingin ke bawah (kebetulan rumah itu kamarnya berada di lantai dua). Saat kuinjakkan kaki pada anak tangga pertama, serta merta binatang jelek itu lari tunggang langgang entah dari mana dan mau kemana, membuatku nyaris terjatuh saking kagetnya. Aku benar2 benci. Binatang itu sukses membuatku menahan pis karena tidak berani keluar kamar di malam hari. Dan itu tidak hanya berlangsung satu, dua, atau tiga kali saja.

Rumah yang lain lagi aku tempati bersama seorang teman. Langit2nya sangat tinggi, tak berpelafon. Hanya ada tripleks yang menutupi gentengnya dari pandangan. Secara logika tidak ada celah yang memungkinkan bagi tikus2 untuk bersarang di rumah itu. Namun rupanya tikus tak mengenal logika. Entah bagaimana caranya mereka bisa membuat kegaduhan di atap rumah yang berada di lantai dua tersebut. Kegaduhan ekstrem yang mengerikan. Jika mereka terlalu asik bercinta di atas sana, aku yakin akan ada yang tidak sengaja terjatuh, tepat di situ, di kamar kami. Itulah kenapa, sangat bisa dipastikan bahwa hampir setiap malam aku tidur dinaungi rasa was2.

Saat itu hampir tengah malam. Aku sedang bersama laptopku di kamar ketika kudengar suara cit cit cit. Aku cuek, sampai kemudian aku melihat sesuatu yang kecil terjatuh dari atap. Aku diam sejenak, sebelum berlari pontang panting begitu sadar bahwa yang jatuh tadi adalah seekor bayi tikus. Kehebohan dimulai. Temanku yang sedang berada di depan komputer di ruang depan ikut heboh ketika tahu ada tikus yang terjatuh. Meskipun dia juga takut, tapi ketakutanku benar2 tak terkalahkan. Aku tidak bisa diandalkan untuk urusan ini. Aku menyingkir sejauh2nya. Temanku mencoba mengusir bayi tikus yang sepertinya belum lancar berjalan itu. Si tikus bergerak, menuju ke bawah lemari. Kejar2an tak terelakkan. Kamar itu sudah kacau balau. Lemari2, tv, kasur, semua tak luput dari sentuhan kasar. Si tikus tak kunjung bisa diusir keluar. Kami menyerah, mengesampingkan rasa malu, mengetuk pintu tetangga yang dihuni 2 orang cowok adik tingkat di kampus. Salah seorang terlihat jijik begitu mendengar bahwa permasalahan yang harus mereka selesaikan berhubungan dengan tikus. Namun sepertinya harga diri mereka sangat mahal. Mereka menyanggupi untuk membantu. Tak kalah heboh, merekapun berusaha menangkap si tikus sambil berteriak2. Kasihan sekali tikus kecil itu, nasibnya sangat tragis. Ia dibantai oleh 2 orang cowok yang sebenarnya takut. Mereka secara brutal memukulinya dengan gagang sapu sampai tewas. Lalu bangkainya dibuang entah kemana. Semua selesai, meskipun aku tidak benar2 lega. Aku dan temanku harus kerja rodi mengepel seluruh rumah di tengah malam. Benar2 keren.

Di hari yang berbeda, ketika aku bangun suatu pagi. Aku masuk kamar mandi dan berteriak... arrrrggggggghhhh. Mimpi apa aku semalam sampai2 pagi harinya aku menemukan seekor tikus remaja terjebak di dalam bak mandi yang airnya tinggal setengah. Mengerikan. Dan aku harus membagi rasa ngeri ini kepada teman serumahku. Aku membangunkan temanku itu, memberitahunya kabar yang aku yakin sangat tidak ingin ia dengar. Perdebatan tak terelakkan. Tidak seorangpun yang mau menjadi pahlawan dengan mengeluarkan si tikus dari dalam bak. Kami harus memikirkan solusi. Percuma berdebat karena pasti tidak akan selesai sampai sore. Temanku mengusulkan untuk meminta bantuan teman cowok lain yang tinggalnya tak jauh dari situ. Aku setuju2 saja. Tapi begitu dia minta supaya aku saja yang bilang, aku menolak. Malu rasanya minta tolong untuk masalah seperti itu. Tapi ternyata tetap saja, rasa jijik dan takutku masih lebih besar. Aku lalu setuju untuk menelepon teman cowok tadi, meminta bantuannya untuk mengeluarkan tikus dari bak mandi dengan perjanjian bahwa menguras bak setelahnya bukanlah bagianku. Karena bagaimanapun, semua hal yang berhubungan dengan tikus benar2 menjijikkan buatku.

Begitulah. Kadang aku heran kenapa tikus bisa ada dimana2. Seperti halnya di tempat kostku sekarang. Tidak jarang aku mendengar tikus2 heboh di atas sana, seolah2 sedang berkelahi. Juga pernah ada tikus yang panik dan berlari menyentuh kakiku ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi. Dan sampai sekarang pun aku masih bisa mengingat bagaimana rasanya saat itu. Rasa yang bisa membuatku merinding ketakutan. Memang begitulah. Jika sepupu2ku yang masih kecil takut pada hantu di malam hari, maka aku takut pada segala jenis siti, si tikus, bahkan yang ukurannya jauh lebih kecil daripada tikus2 Jakarta.