Selasa, 24 April 2012

-85- Manakala Hidupmu Tampak Susah Untuk Dijalani...

Copas dari note fb-nya teman, like this banget deh...
Ini source-nya http://m.facebook.com/note.php?note_id=10150756644408360&refid=22&_rdr#10150762651273360

Seorang professor berdiri di depan kelas filsafat dan mempunyai beberapa barang di depan mejanya. Saat kelas dimulai, tanpa mengucapkan sepatah kata, dia mengambil sebuah toples mayones kosong yang besar dan mulai mengisi dengan bola-bola golf.

Kemudian dia berkata pada para muridnya, apakah toples itu sudah penuh? Mahasiswa menyetujuinya.

Kemudian professor mengambil sekotak batu koral dan menuangkannya ke dalam toples. Dia mengguncang dengan ringan. Batu-batu koral masuk, mengisi tempat yang kosong di antara bola-bola golf.

Kemudian dia bertanya pada para muridnya, Apakah toples itu sudah penuh? Mereka setuju bahwa toples itu sudah penuh.

Selanjutnya profesor mengambil sekotak pasir dan menebarkan ke dalam toples... Tentu saja pasir itu menutup segala sesuatunya. Profesor sekali lagi bertanya apakah toples sudah penuh? Para murid dengan suara bulat berkata, "Yaa!"

Profesor kemudian menyeduh dua cangkir kopi dari bawah meja dan menuangkan isinya ke dalam toples, dan secara efektif mengisi ruangan kosong di antara pasir.

Para murid tertawa...

"Sekarang," kata profesor ketika suara tawa mereda, "Saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili kehidupanmu."

"Bola-bola golf adalah hal-hal yang penting - Tuhan, keluarga, anak-anak, kesehatan, teman dan para sahabat. Jika segala sesuatu hilang dan hanya tinggal mereka, maka hidupmu masih tetap penuh."

"Batu-batu koral adalah segala hal lain, seperti pekerjaanmu, rumah dan mobil."

"Pasir adalah hal-hal yang lainnya - hal-hal yg sepele."

"Jika kalian pertama kali memasukkan pasir ke dalam toples," lanjut profesor, "Maka tidak akan tersisa ruangan untuk batu koral ataupun untuk bola-bola golf. Hal yang sama akan terjadi dalam hidupmu."

"Jika kalian menghabiskan energi untuk hal-hal sepele, kalian tidak akan mempunyai ruang untuk hal-hal yang penting buat kalian"

"Jadi..."

"Berilah perhatian untuk hal-hal yang kritis untuk kebahagiaanmu. Bermainlah dengan anak-anakmu.Luangkan waktu untuk check up kesehatan.Ajak pasanganmu untuk keluar makan malam. Akan selalu ada waktu untuk membersihkan rumah, dan memperbaiki mobil atau perabotan."

"Berikan perhatian terlebih dahulu kepada bola-bola golf - Hal-hal yang benar-benar penting. Atur prioritasmu. Baru yang terakhir, urus pasir-nya."

Salah satu murid mengangkat tangan dan bertanya, "Kalau Kopi yg dituangkan tadi mewakili apa?" Profesor tersenyum, "Saya senang kamu bertanya. Itu untuk menunjukkan kepada kalian, sekalipun hidupmu tampak sudah begitu penuh, tetap selalu tersedia tempat untuk secangkir kopi bersama sahabat." :-)

Saya suka sekali dengan tulisan ini. Kalau suami saya mengibaratkan keluarga adalah bola-bola kaca yang ketika jatuh maka ia akan pecah. Sedangkan pekerjaan, karir, dan sejenisnya merupakan bola-bola karet yang ketika jatuh  ia masih bisa melambung lagi, bahkan lebih tinggi. Bola-bola kaca, kata suami saya, atau bola-bola golf, kata tulisan di atas, memang tak ternilai harganya, tak bisa tergantikan oleh apapun.

Ah, terus terang kangen saya pada ibu bapak semakin menjadi2. Allah mohon beritahu mereka bahwa saya sayang, sangat sayang, meski sekarang saya jadi jarang pulang (hiks hiks, tuh kan jadi sedih... T.T). Allah saya tau Engkau Maha Tau, bahwa saya menyayangi mereka dalam doa, dalam hela napas, dalam usaha keras membangun keluarga saya, dalam perjuangan berat untuk ikhlas menjaga setiap amanah, dalam hati ini. Allah saya tau Engkau Maha Adil, saya yakin Engkau yang akan menjaga mereka, lahir batin, jiwa raga, meski saya tak disana. Bahagiakan jiwa mereka, sehatkan raga mereka, tenteramkan hati mereka dan mohon ridhoi kami, anak-anaknya, agar senantiasa menjadi penyejuk hati dan penambah amal mereka. Amiin...

Rabu, 18 April 2012

-84- Sarapan Pagi Tadi: Bubur Ayam Sukabumi

Berawal dari request suami beberapa hari yang lalu sepulang dari Ratekda, akhirnya tadi pagi berhasil juga aku bikin bubur ayam buat sarapan. Ceritanya pas Ratekda suami makan bubur ayam, jadi pulang2 langsung request sekali2 bikin bubur ayam buat sarapan. Padahal, yang jual bubur ayam disini ada loh, kan kalo gak mau repot ya tinggal beli aja. Tapi katanya, "Ah, yg itu gak enak, bunda bikin sendiri aja, pasti lebih enak...". Kesimpulannya sudah jelas, aku diminta bikin bubur ayam. Sesuatu yang awalnya terasa amat sulit untuk ukuran orang yg gak pinter masak sepertiku.

Yup, aku suka makan, suamiku juga, kami sama2 suka makan. Masalahnya adalah aku gak pinter masak. Kalopun masak sendiri, gak tau kenapa rasanya setelah masakanku jadi alias mateng, aku sendiri gak minat makannya, sudah kenyang duluan. Atau karena sugesti dari diri sendiri bahwa masakanku itu pasti gak enak ya, hihihi... Apapun itulah, yg penting adalah aku tidak pernah merasa susah, mau masak apapun resepnya bertebaran di internet, tinggal bahannya aja yang tersedia atau tidak. Kita kan hidup di zaman yang sudah serba canggih, gak perlu koleksi buku resep banyak2, yg penting bisa internetan. Dan titik, semua selesai, sangat membantu untuk tipe yang bekerja berdasarkan instruksi sepertiku

Hmm, rasanya ada banyak hal tentang masak memasak yang ingin kubuat tulisannya. Apalagi semenjak aku menikah, kemajuanku dalam hal masak memasak sangat pesat walaupun masih sangat jauuuuhhhh dari kelasnya 'chef' bahkan yg amatiran sekalipun. Pokoknya intinya menikah membuat aku perempuan jadi 'bisa' masak :D

Balik lagi pada bahasan BUBUR AYAM SUKABUMI. Saya rekomendasikan resep ini bagi yang gak bisa masak tapi diminta suaminya bikin bubur ayam. Simpel dan gak pake ribet. Rasanya juga gak kalah sama masakan hotel bintang lima (kata suamiku, yg aku yakin itu hanya untuk menghiburku biar gak nangis bombay dan gak ngambek masak, hihihi...).

Resepnya bisa diintip disini http://inforesep.com/resep-bubur-ayam-sukabumi.html ya frens... Selamat mencoba! ^_^

Selasa, 17 April 2012

-83- He is My Father...

Repost from my fb's note...

Aku ingat beliau sering melakukan sidak pd tas sekolahku bahkan sampai aku SMU, khawatir menemukan brg2 aneh atau nilai jelek. Ah, rasa takutnya mungkin persis seperti Nobita yg kemudian menyembunyikan nilai nol dari mata ibunya. Lucu kalau diingat2 lagi sekarang. Aku juga ingat saat SMP beliau sering memprotes asesoris rambutku yg super rame saat ke sekolah dg kalimat, "Mau sekolah apa pesta?" Hahaha, dulu menyebalkan, tp skrg jd geli sendiri.

Aku juga ingat waktu SMU beliau tak pernah mengizinkanku mengikuti acara malam yg diadakan teman2 bahkan yg tempatnya jelas dan tak jauh dr rumah, khawatir anaknya jd nakal kali yah. Aku ingat beliau gak pernah gak protes (baca: marah) kalau melihatku keluar pake baju pendek yg panjang lengannya jauh di atas siku. Waktu itu aku menganggapnya gak gaul, anggapan yg baru kusadari kekeliruannya beberapa tahun kemudian. Aku ingat beliau selalu bertanya penuh selidik setiap ada telepon dr yg namanya laki2, mungkin khawatir anaknya keganjenan. Aku jg ingat beliau selalu menungguiku pd tiap tes masuk kuliah, sejak pagi ketika masuk ruangan sampai selesai dan aku keluar ruangan dg langsung menemukan sosoknya. Ah, rasanya semua baru terjadi kemarin saja padahal sekarang usiaku bahkan sdh seperempat abad.

Aku ingat beliau masih menggandeng tanganku ketika menyeberang jalan raya, khawatir anaknya gak liat ada motor yg ngebut. Aku ingat dlm sibuknya beliau selalu menyempatkan diri mengantarku kembali ke ibukota setelah beberapa lama liburan di rumah, khawatir anaknya sendirian dlm perjalanan, meskipun harus capek segera pulang pd hari yg sama. Aku ingat beliau memfotokopikan semua berkas2 ijazah dan teman2nya lalu dijilid rapi sbg peganganku dan membawa pulang yg asli, khawatir anaknya memerlukan semua berkas itu dan tetap berjaga2 atas keteledoran anaknya terhadap berkas2 yg asli. Aku ingat beliau gak pernah absen ke rumah Pak RT melaporkan keberadaanku di lingkungan ybs, khawatir anaknya dianggap liar dan ilegal. Aku ingat banyak hal dimana kata2 tak mampu merangkumnya, padahal saat semua itu terjadi aku sudah berstatus mahasiswa.

Aku msh ingat beliau bersama ibu sengaja datang utk menyepakati dan memastikan urusan makan sehari2ku dg ibu kostku. Aku msh ingat beliau menyempatkan bersilaturahim ke rumah atasanku sambil menitipkanku yg baru saja memasuki dunia kerja dan mgkn msh bertingkah spt anak kemarin sore. Aku msh ingat beliau jarang absen mengantarku kembali kesini setiap kali sehabis pulang ke rumah. Aku msh ingat beliau bersama ibu mengurusi brg2 rumahanku ketika kemudian kuputuskan utk gak ngekost lagi. Aku msh ingat beliau tetap membekaliku dg fotokopian berkas SK dan sejenisnya yg dijilid lengkap dan tetap mengamankan yg asli, sampai nanti katanya, setelah aku tak lagi nomaden dan sdh ada org lain yg akan menertibkannya. Aku msh ingat beliau msh tetap mjd warga yg baik, melaporkan keberadaanku pd Pak RT dan Pak RW. Aku msh ingat beliau ceramah panjang lebar ketika aku dibonceng tmn cowok kesana kemari ngukur jalan waktu lebaran. Aku msh ingat setiap kali kesini beliau selalu mengecek semua kunci drmh kontrakanku utk mengantisipasi ketidakamanan, menyoroti rumput tinggi di halaman blkg, khawatir ada ular bersarang, jg tak lupa mengecek dan membersihkan motorku, memastikan hingga nyaman dan aman dipakai. Semua terjadi saat aku bahkan sdh bekerja dan berada dlm masyarakat sbg individu tersendiri.

 He is my father. Tak cukup kalimat utk menggambarkan cinta dan tanggungjawabmu sbg seorang ayah atas seorang anak perempuan. Tak cukup paragraf utk menceritakan bagaimana dirimu menjagaku. Jika ada yg salah denganku, maka memang akulah yg salah Ya Rabb, krn beliau telah menjaga amanah itu dg sempurna. I love you father, always... walau kadang dalam debat.