Kamis, 20 Desember 2012

-103- Suami "Genit"

Tadi saya berjalan-jalan ke sebuah group yang isinya membahas seputar hal-hal yang menyangkut urusan emak-emak, dan anggotanya juga semua emak-emak. Saya membaca sebuah thread tentang seorang emak yang lagi galau, katanya suaminya main belakang dengan wanita lain. Banyak komentar dari emak-emak lain yang ikut berempati dan menasehati untuk benar-benar diselidiki dan dibicarakan lagi baik-baik. Ada komentar yang ikut bercerita bagaimana dulu rumah tangga orangtuanya juga pernah dilanda masalah serupa dan ternyata itu hanya adu domba dari pihak ketiga (sialnya, bapak-ibunya sudah terlanjur perang dunia). Atau komentar yang berempati karena pernah merasakan hal serupa pada dirinya sendiri. Juga ada emak lain yang ikut cerita bahwa dirinya juga sedang galau karena menemukan suaminya menginbox mantannya begini, "Lagi ngapain?". Menurut saya, malah komentar ini yang paling menarik untuk dibahas.

Saya memang hanya silent reader, tapi kemudian lagi-lagi pikiran saya kemana-mana. Saya sering sekali membaca thread serupa tapi tak sama di beberapa group lain. Keluhan para istri yang menurut mereka suaminya "genit". Hmm, saya jadi ingat ingin membuat tulisan tentang adab-adab atau tindakan sehari-hari yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Tentu saja menurut saya berdasarkan rule agama yang saya tau. Tapi nanti dulu lah, kita bahas tentang thread yang tadi saja lah ya... :)

Suami "genit", bagus kali ya kalo dijadikan judul. Ada kesan komersilnya. Agak-agak gimana gitu, padahal secara halus sih seperti mengadu domba, hihihi. Yang jelas banyak sekali saya menemukan curhatan para istri di forum-forum dunia maya yang mengeluhkan tingkah laku suami mereka yang menyakitkan. Kenapa saya bilang menyakitkan? Karena memang para istri itu bilang menyakitkan. Dan tahukah Anda wahai kaum adam, eh salah... wahai para suami... perempuan itu perasaannya halus, pada umumnya kepo banget, secara naluriah mudah menilai suatu tindakan, dan sangat mudah merasa tidak dicintai. Mereka fragile. Itu perempuan secara umum loh, apalagi seorang istri. Kalau perempuan lajang mungkin gak akan sesensitif itu. Kenapa pula sebegitu kepo-nya sama laki-laki, atau sebegitu merasa ingin benar-benar dicintai, lah wong belom jadi siapa-siapanya juga kok. Tapi kalau istri... pasti beda bung, wajar dong kepo, atau pengen ngerasa disayang, wong suaminya sendiri kok. Lagian suaminya juga, kalo gak mau di-kepo-in, gak mau sayang sama istri, masih mau genit-genitan gak jelas, kenapa juga nikah. Ya nggak sih? IMHO ini loh ya...

Balik lagi ke curhatan di atas. Kita bahas tentang komentar yang menurut saya paling menarik itu tadi saja ya. Ceritanya si istri galau karena menemukan suaminya menginbox mantannya begini. "Lagi ngapain?". Trus dia tanya ke suaminya, trus katanya malah suaminya marah. Aneh ya... Menurut saya, marah berarti memang ada sesuatu yang salah. Wajar dong terus istrinya galau dan menduga macem-macem. Memang suaminya keganjenan ini ceritanya. Menginbox "lagi ngapain?" duluan, entah via sms, email, atau chatting memang hanyalah sekedar basa-basi, tidak pantas dilakukan oleh laki-laki yang sudah beristri kepada perempuan yang bukan siapa-siapanya (apalagi sama mantannya)...

Tuh kan, malahan saya membahas tentang hal yang tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Padahal kan, saya baru akan membahasnya di tulisan yang lain. Tapi sepertinya kalau saya lanjutkan tulisan ini, ujung-ujungnya akan sangat panjang dan tidak fokus. Baiklah, saya berhenti saja sampai di sini.

Intinya, para istri gak suka kan ya kalau suaminya menurutnya "genit" sama perempuan lain. Nah, sebaliknya suami juga pasti gak suka liat istrinya kegenitan sama laki-laki lain. Emang enak ngedapetin istrinya chat sama mantannya, trus istri mulai duluan nanyain "lagi ngapain?". Apalagi jika obrolan berlanjut semakin gak penting lagi dan gak berbobot sama sekali. Akan cemburu kah si suami? Kalau enggak ya, berarti sepertinya kurang sehat ntu suami. Vice versa... Sebagaimana kita, kira-kira begitu juga apa yang dirasakan pasangan kita. Sepanjang bukan cemburu yang berlebihan, menurut saya memang sepantasnya seorang suami atau istri itu sendiri menjaga kehormatan status yang sedang disandangnya. Tidak akan ada asap kalau tak ada api kan ya? Pasangan gak akan galau dan cemburu gak jelas juga kan kalau kita gak berbuat.

Yuk ah, bikin tulisan lain yang lebih fokus deh. Ini cuma sekedar nasehat buat para suami, karena saya juga istri. Dan kalau itu saya, sekedar inbox "lagi ngapain?" seperti tadi, pasti akan melekat di memori saya sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Apalagi lebih dari itu. Dan saya yakin, kebanyakan istri Anda tidak berbeda dengan saya ^_^

Untuk emak yang tadi curhat, alhamdulillah kemudian dia bilang bahwa dia dan suaminya sudah baikan. Jangan ngambek lama-lama ya mak... Dan semoga emak ybs tidak seperti saya dan kebanyakan emak-emak lain, yang jika mengalaminya akan menyimpan memori seperti itu lama sekali.

Kamis, 13 Desember 2012

-102- Cerita Saya Pagi Ini, Apa Ceritamu?

Alhamdulillah... Pagi ini satu prestasi buat saya. Saya berhasil menyelesaikan sarapan pagi saya tanpa mual, dan dalam waktu yang tidak seperti biasanya. Rasanya kok bersyukur banget ya, menyenangkan sekali ketika sukses melakukan itu. Ini sih dikarenakan riwayat makan saya yang amburadul bahkan sejak jauh sebelum hasil testpack saya positif.

Memasuki bulan keempat (menurut perkiraan dsog), alhamdulillah saya belum pernah muntah sama sekali. Eh pernah ding sekali. Waktu itu saya abis makan siang, trus minum vitamin, trus minum air putih banyak banget sampe2 rasanya begah, trus saya langsung dzuhuran dan air putih yang saya minum tadi keluar lagi ke mulut. Ehm, itu bisa disebut muntah gak ya? Gak ada makanan yang keluar sih, tapi itulah satu2nya kejadian dimana saya mendekati dikatakan muntah.

Trus penting gitu buat diceritain?

Ya enggak sih. (Tapinya, perasaan memang tulisan di blog saya ini gak ada yang penting deh. Karena saya butuh suka nulis aja makanya saya tulis di blog. Tapi lagi, banyak juga loh yang baca blog saya, terutama teman2 saya... jadi... lagi2 tambah gak penting yang kamu tulis Wee, hihihi...)

Lanjut ah ceritanya. Pagi ini agak berbeda. Saya tidak terlalu merasakan morning sickness. Palingan cuma berasa agak muter kepala saya (biasanya bukan agak lagi, tapi beneran muter), yang saya yakin mungkin karena tekanan darah saya yang belum normal (ceritanya pas USG terakhir tanggal 6 Desember kemarin, tekanan darah saya cuma 90/60. Oh God...). Pagi ini saya gak berasa mual seperti biasanya. Apa karena sejak tadi malam saya mengganti susu yang biasa saya minum ya? Atau karena memang sudah masanya untuk nafsu makan saya kembali? Apapun itu, semoga seterusnya saya jadi mau makan, demi si buah hati. Amiinn...

Biasanya saya tidak selera sarapan pagi. Saya memang lapar ketika bangun tidur, dan saya langsung minum susu. Setelah itu saya akan merasa mual. Saya bawa sarapan ke kantor, sarapan yang belum tentu saya makan sampai jam 10. Kadang saya makan juga sih, tapi sering gak habis (padahal porsinya jauh lebih sedikit daripada nasi kucing). Mau gimana lagi, belum dimakan saja rasanya saya sudah mau muntah.

Pagi ini begitu sampai kantor, perut saya kriuk kriuk lapar. Lalu saya makan, dan bekal sarapan yang saya bawa langsung ludes, tanpa butuh waktu lama, gak pake acara nahan2 mual. Alhamdulillah, nikmat Allah sekali pagi ini. Malahan, sekarang (belum sampe setengah jam kemudian) saya lapar lagi. No problemo dear, anything for you... Ayok kita makan lagi :D



Iseng saya melihat2 album foto di fb saya dan saya menemukan foto di atas. Saya kangen dengan selera makan saya pada saat foto itu diambil (ya iyalah, ada rusipnya sih, hihihi...). Yup, lauknya cuma sepotong ikan goreng, sepotong tahu goreng, sedikit jamur goreng, daun singkong rebus, 2 kerupuk kulit ikan, dan tentu saja rusip. Itupun saya bisa nambah lagi nasinya, dan anehnya saya masih bisa ngemil semi berat beberapa jam kemudian. Minumnya air putih dan es capuchino favorit saya yang sudah sangat lama tidak pernah saya cicipi lagi.

Saya mengepalkan tangan, kemudian saya merasa sedih ketika saya bisa merasakan tulang yang menonjol di buku2 tangan saya, atau pergelangan tangan saya yang semakin kecil. Yup, dengan timbangan yang sama, berat saya sekarang turun drastis sampai 47 kg, padahal normalnya antara 50-52 kg, malah 54-55 kg di awal2 nikah dulu. Sedih melihat diri saya sendiri yang gak mau makan. Apalagi kalau ibu saya yang lihat ya. Sekarang aja tiap telpon pasti nanyain, udah mau makan belum? Atau saat melihat suami saya yang senang ketika saya makannya banyak. Hiks, gimana lagi, sebenarnya saya lebih sedih lagi, apalagi kalo mikirin yang ada dalam rahim. Tapi apa mau dikata, tubuh saya belum mampu berkompromi.

Makanya pagi ini mendapati diri saya seperti ini, saya girang banget. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk mengembalikan semua nafsu makan dan kesadaran akan pentingnya nutrisi bagi si adek kecil, juga tentu saja buat saya sendiri. Semangat bunda!

Senin, 10 Desember 2012

-101- Keajaiban Sang Calon Buah Hati

Saya ingin suatu saat nanti anak saya membaca blog saya ini. Tapi itu nanti, setelah setidaknya dia berusia 23 tahun. Supaya apa? Supaya apa yang dia baca memang sudah mampu dia cermati sesuai tingkat kedewasaannya. Supaya dia bisa memahami benar setiap kata yang sudah diketikkan bundanya. Supaya dia juga bisa memilah-milah setiap apa-apa yang baik dan apa-apa yang tidak baik berdasarkan apa yang sudah dialami bundanya.

Saya juga sempat berpikir supaya suatu saat nanti anak saya bisa membaca catatan harian saya yang selama ini saya simpan sendiri dengan sangat rapi. Tapi kemudian saya ragu, akankah itu berguna baginya. Saya ingin berbagi, berbagi setiap pengalaman agar dia tidak pernah mengulang dalam hidupnya setiap kesalahan serupa yang telah dilakukan bundanya. Tapi lagi-lagi saya ragu, baikkah baginya membaca setiap galau, resah, gelisah, atau kesedihan yang terungkap. Bukankah seharusnya dia hanya tau bagian-bagian yang menyenangkan supaya semangat positif dari aura bahagia yang menyergapnya mampu membuat hidupnya lebih berkualitas. Dan, supaya dia tau bahwa bundanya selalu berusaha berpikir positif, juga berusaha selalu menjalani hidup dengan positif pula.

Ah sayang... Belum juga bunda menyentuhmu. Namun tahukah kamu bahwa kehadiranmu yang belum nyata bahkan sudah membuat level semangat hidup bunda naik drastis.

Kadangkala saya takut untuk hidup lama. Ketakutan akan kedzaliman atau kemudharatan yang saya lakukan seiring bertambahnya usia saya. Semakin lama kita hidup, akan semakin besar peluang kita untuk membuat kesalahan. Walaupun juga berlaku sebaliknya, entah kenapa tetap saja kita jarang bisa berpikir positif bahwa semakin lama hidup kita, seharusnya kita merasa beruntung karena kita diberikan waktu yang lebih banyak untuk senantiasa memperbaiki diri, untuk menyiapkan bekal yang rasanya tidak akan pernah cukup untuk membuat kita percaya diri menghadap-Nya.

Ah sayang... Belum juga bunda menyentuhmu. Namun tahukah kamu bahwa wangimu yang belum nyata bahkan sudah membuat bunda ingin memperbaiki diri terus menerus. Demi kamu. Demi membentukmu menjadi baik. Demi melihatmu tanpa susah payah telah mendapati tauladan yang paling dekat. Semoga bunda bisa...

Kamu begitu ajaib. Bahkan wujudmu yang baru saja segumpal, tak lebih dari 1 centimeter sudah mampu mengusir semua krim-krim kosmetik, body lotion yang dulu laksana barang-barang wajib. Bahkan bentukmu yang semakin hari semakin berkembang sudah mampu menghadirkan kembali semangat murojaah yang sempat hilang entah kemana, begitu lama. Kamu benar-benar ajaib, sayang.

Dan benar saja jika mereka bilang bahwa orangtua juga ajaib. Mereka bilang bahwa ayah yang perokok tidak akan mau anaknya menjadi perokok juga. Atau ibu yang judes tidak akan mau anaknya juga judes. Orangtua yang paling buruk sekalipun tidak akan pernah rela anaknya menjadi buruk seperti dirinya. Ya, itulah keajaiban orangtua, yang juga sering tidak sadar bahwa semua tidak hanya butuh sebuah harapan, tapi butuh tindakan nyata yang bukan hanya teori belaka. Berawal dari kesadaran, yang hanya baru akan muncul ketika mereka juga menjadi orangtua seperti orangtuanya dulu, mostly.

Apapun itu, Allah mohon jauhkan anak-anakku dari sifat-sifat buruk ayah bundanya, dan mampukan kami menjadi ayah bunda terbaik untuk buah hati kami. Amiin...