Senin, 10 Desember 2012

-101- Keajaiban Sang Calon Buah Hati

Saya ingin suatu saat nanti anak saya membaca blog saya ini. Tapi itu nanti, setelah setidaknya dia berusia 23 tahun. Supaya apa? Supaya apa yang dia baca memang sudah mampu dia cermati sesuai tingkat kedewasaannya. Supaya dia bisa memahami benar setiap kata yang sudah diketikkan bundanya. Supaya dia juga bisa memilah-milah setiap apa-apa yang baik dan apa-apa yang tidak baik berdasarkan apa yang sudah dialami bundanya.

Saya juga sempat berpikir supaya suatu saat nanti anak saya bisa membaca catatan harian saya yang selama ini saya simpan sendiri dengan sangat rapi. Tapi kemudian saya ragu, akankah itu berguna baginya. Saya ingin berbagi, berbagi setiap pengalaman agar dia tidak pernah mengulang dalam hidupnya setiap kesalahan serupa yang telah dilakukan bundanya. Tapi lagi-lagi saya ragu, baikkah baginya membaca setiap galau, resah, gelisah, atau kesedihan yang terungkap. Bukankah seharusnya dia hanya tau bagian-bagian yang menyenangkan supaya semangat positif dari aura bahagia yang menyergapnya mampu membuat hidupnya lebih berkualitas. Dan, supaya dia tau bahwa bundanya selalu berusaha berpikir positif, juga berusaha selalu menjalani hidup dengan positif pula.

Ah sayang... Belum juga bunda menyentuhmu. Namun tahukah kamu bahwa kehadiranmu yang belum nyata bahkan sudah membuat level semangat hidup bunda naik drastis.

Kadangkala saya takut untuk hidup lama. Ketakutan akan kedzaliman atau kemudharatan yang saya lakukan seiring bertambahnya usia saya. Semakin lama kita hidup, akan semakin besar peluang kita untuk membuat kesalahan. Walaupun juga berlaku sebaliknya, entah kenapa tetap saja kita jarang bisa berpikir positif bahwa semakin lama hidup kita, seharusnya kita merasa beruntung karena kita diberikan waktu yang lebih banyak untuk senantiasa memperbaiki diri, untuk menyiapkan bekal yang rasanya tidak akan pernah cukup untuk membuat kita percaya diri menghadap-Nya.

Ah sayang... Belum juga bunda menyentuhmu. Namun tahukah kamu bahwa wangimu yang belum nyata bahkan sudah membuat bunda ingin memperbaiki diri terus menerus. Demi kamu. Demi membentukmu menjadi baik. Demi melihatmu tanpa susah payah telah mendapati tauladan yang paling dekat. Semoga bunda bisa...

Kamu begitu ajaib. Bahkan wujudmu yang baru saja segumpal, tak lebih dari 1 centimeter sudah mampu mengusir semua krim-krim kosmetik, body lotion yang dulu laksana barang-barang wajib. Bahkan bentukmu yang semakin hari semakin berkembang sudah mampu menghadirkan kembali semangat murojaah yang sempat hilang entah kemana, begitu lama. Kamu benar-benar ajaib, sayang.

Dan benar saja jika mereka bilang bahwa orangtua juga ajaib. Mereka bilang bahwa ayah yang perokok tidak akan mau anaknya menjadi perokok juga. Atau ibu yang judes tidak akan mau anaknya juga judes. Orangtua yang paling buruk sekalipun tidak akan pernah rela anaknya menjadi buruk seperti dirinya. Ya, itulah keajaiban orangtua, yang juga sering tidak sadar bahwa semua tidak hanya butuh sebuah harapan, tapi butuh tindakan nyata yang bukan hanya teori belaka. Berawal dari kesadaran, yang hanya baru akan muncul ketika mereka juga menjadi orangtua seperti orangtuanya dulu, mostly.

Apapun itu, Allah mohon jauhkan anak-anakku dari sifat-sifat buruk ayah bundanya, dan mampukan kami menjadi ayah bunda terbaik untuk buah hati kami. Amiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar