Minggu, 30 Agustus 2009

-55- Sekedar Sajak

Kupandang langit malamku
Beberapa bintang tersenyum lembut
Kubiarkan saja, tak kusentuh, tak kuambil
Aku cukup bahagia dengan memandangnya

Esok malam bintang-bintang itu masih bersinar
Langitku tetap indah
Aku duduk menengadah
Tersenyum menunggu bintang turun menghampiri

Malam berganti
Kulihat bintang-bintangku meredup
Aku bingung dalam diam
Tetap diam sampai kudapati semua bintang itu lenyap

Kuintip langit sebelah
Hanya ada satu bintang
Seorang gadis mengambil satu-satunya bintang itu
Aku terpana
Tak ada lagi bintang di sana
Namun ada satu rembulan
Sinarnya terang dan begitu dekat

Aku tercenung
Haruskah kuambil satu bintang

Sabtu, 29 Agustus 2009

-54- Tanpa Judul

Lucu, aku tersenyum melihat tingkah mereka. Ibaratnya anak-anak di pedalaman bumi antah berantah yang boro-boro bisa menggunakan handphone, melihat bentuknyapun mereka belum pernah. Meskipun mungkin pengibaratan yang kupilih ini kurang tepat, namun begitulah kira-kira. Bisa dibilang mereka norak, tapi norak jenis ini sangat indah.

Iri, aku iri melihat mereka. Sekedar iri dan bukan dengki. Aku juga iri ketika melihat mereka bertingkah norak. Aku ingin berada di situ, dalam suasana norak itu. Aku ingin bisa mengeluhkan hal-hal yang indah, sebagaimana kulihat mereka mengeluh dengan senyum yang tetap menempel di bibirnya.

Menggemaskan, sangat menggemaskan melihat kerepotan itu. Kerepotan yang sangat, ketahanan fisik taruhannya. Tapi nyatanya tak pernah binar indah di mata mereka lenyap, bahkan ia semakin terang. Seolah hidup ini sempurna sudah. Seolah tak ada lagi yang lain yang mampu mengalihkan dunia mereka.

Kesal, aku kesal mendapati diri ini hanya bisa menjadi penonton dan bukan pemain. Aku masih berdiri di sini menatap hampa, tak berani menuju lapangan. Mereka berjalan tegak meski kadang kulihat air mata menghias langkahnya. Air mata itu justru sebagai bumbu penyedap senyuman yang merekah setelahnya.

Ahh, apa bedanya aku dengan mereka. Aku juga bisa bahagia dengan duniaku. Aku menikmati hidupku. Aku tak merasa berbeda. Egoku bilang bahwa aku lebih beruntung. Namun, jauh di dalam hatiku aku menangis. Aku bahagia tapi aku tak punya tujuan dan tak punya tempat untuk berlabuh, mengatur strategi untuk kemudian melanjutkan hidup.

Jumat, 14 Agustus 2009

-53- Kendaraan Plat Merah

Seorang anak kuliahan yang sedang libur berencana hendak berkeliling kampung melihat-lihat perkembangan daerah sekitarnya. Dia mencari-cari motor yang biasa digunakannya. Ternyata, motor tersebut sedang dipinjam pamannya. Dia kesal. Lalu ayahnya menganjurkan agar sang anak menggunakan motor dinas ayahnya saja. Anak itu menolak mentah-mentah. "Aku gak mau pake plat merah.", ujarnya sambil berlalu dengan wajah berlipat sepuluh.

Gadis itu berusia dua puluhan, masih mementingkan gaya dalam bergaul. Dia hobi jalan-jalan bersama beberapa temannya. Kalau konvoi menggunakan motor, ahh rasanya gak seru. Mesti pake mobil nih supaya lebih keren. Dia pun mulai belajar nyetir. Meskipun masih terbata-bata, dia mendatangi teman-temannya untuk diajak jalan. Salah seorang teman bertanya, "Kamu beneran dah bisa nyetirnya?". Lalu dengan santainya dia menjawab, "Makanya ni pake mobil dinas bokap, kalo baru belajar mending pake mobil dinas aja, jadi kalo nabrak2 dikit gpp lah. Kalo pake mobil pribadi mah sayang..."

Salah seorang teman mengeluh dan menggerutu, betapa menderitanya tidak punya kendaraan di saat pekerjaan lapangan sedang banyak-banyaknya. Aku hanya menanggapi sekilas, "Bukannya motor dinas kantor ada beberapa. Masa sih gak ada satupun yang bisa dipinjam. Ini kan juga kepentingan dinas...". Bukannya tenang, malah dia semakin dongkol. Lalu dengan ketusnya ia menimpali, "Apaan, kendaraan dinas serasa kendaraan pribadi aja. Padahal dipake juga enggak, pelit banget gak mau minjemin. Huh..."

Tiga paragraf di atas hanyalah menggambarkan secuil fenomena tentang kendaraan plat merah, salah satu barang milik negara yang sering terlihat melintas di jalanan. Beberapa terlihat cantik dan elegan, beberapa terlihat kusam, kotor, bising, dan tak terawat bak bus kota yang tak lagi layak jalan.

Apa sih pentingnya kendaraan dinas? Mengapa negara memberikan fasilitas berupa kendaraan kepada orang-orang tertentu saja? Orang-orang yang mengepalai dinas, kantor, bidang, atau apapun, diberikan fasilitas kendaraan dinas karena memang mobilitas mereka diperlukan. Agar mereka lancar ngantor, lancar ngawasin anak buah, lancar mesti rapat disana sini demi kepentingan negara. UNTUK KEPENTINGAN DINAS. Dalam hal ini kita memang gak bisa terlalu naif. Ada kalanya kadang-kadang ‘tak sengaja’ kendaraan dinas tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Menurutku gak masalah, selama fungsi yang diharapkan dari adanya kendaraan dinas itu bisa terlaksana dengan baik.

Tidak jarang aku melihat mobil-mobil plat merah berseliweran di jalanan ketika sore hari. Yang nyetir adalah anak-anak usia sekolah yang ingin meneriakkan pada dunia bahwa ia adalah anak pejabat. Kaca jendela dibuka lebar supaya semua orang bisa melihatnya. Musik disko terdengar tidak indah sama sekali dari dalam mobil. Ia berkendara dengan cueknya, meskipun tidak mengantongi SIM. Ahh, polisi juga gak bakalan berani menilang mobil plat merah gini, mungkin begitu pikirnya. Benar-benar menggelikan. Aku sering mikir, katro banget siy ni orang. Disini aja loe berani, jago kandang. Kalau agak ke kota dikit, gak bakal ada yang melirik bro, hehehehh...

Coba Anda baca kembali paragraf kedua di atas. Fenomena ini sangat lazim. Aku sering gemes malihat kebanyakan orang rendah banget sense of belonging-nya terhadap kendaraan dinas yang nyata-nyata di atas kertas dipercayakan kepada mereka. Giliran tandatangan duit operasionalnya aja senangnya bukan main, tapi kendaraannya sendiri dicucipun tidak. Cobalah, sayangi kendaraan dinas Anda sebagaimana Anda menyayangi kendaraan pribadi, niscaya negara ini gak bakalan terlalu rugi.

Nah, untuk kasus teman saya pada paragraf ketiga di atas, bukan satu dua teman yang pernah mengeluhkan "pelitnya" pemegang kendaraan untuk meminjamkan kendaraan dinasnya kepada pegawai lain. Aneh memang. Seandainya kendaraan dipinjam untuk woro wiri gak jelas, maka pemegang kendaraan berhak menolak. Kalau untuk kepentingan dinas? Hmm, jika pemegang kendaraan juga sedang menggunakan untuk kepentingan dinas, sementara kepentingan pemegang dan peminjam tidak bisa dipenuhi sekaligus, maka wajar saja si pemegang menolak. Namun jika kendaraan nganggur, ngetem doang di rumah, apa salahnya kalau digunakan oleh pegawai lain, untuk kepentingan dinas juga kok, iya to??

Yang jelas, satu hal yang perlu diingat, kendaraan plat merah adalah BARANG MILIK NEGARA dan bukan BARANG MILIK PRIBADI. It’s general, not personal...