Rabu, 11 Maret 2009

-25- Cerita Tentang Jalan Tol dan Jalan Setapak *)

Pernahkah terlintas dalam bayangan Anda bahwa istilah jalan tol dan jalan setapak bisa digunakan untuk mewakili suatu benda hidup berwujud manusia? Nah, di sini, di kantorku ini, para cowo (baca: bapak2) menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan beberapa sosok manusia dengan jenis kelamin berkode 2.

Pertama kalinya aku kenal suatu daerah bernama Lebong adalah ketika aku tahu bahwa lokasi penempatan tugasku di Provinsi Bengkulu, tepatnya di Kabupaten Lebong. Gak ada gambaran sedikitpun tentang daerah ini. Selama masih di kantor provinsi, aku mulai mendengar banyak cerita tentang Lebong. Yang paling sering diceritakan adalah tentang cewe2 Lebong yang terkenal agresif (aku hanya mendengar cerita dan sama sekali gak tahu kebenarannya). Banyak juga yang bilang bahwa jika seorang laki-laki tugas di Lebong, maka dia gak bakal "keluar" lagi dari Lebong. Pada intinya, yang dikhawatirkan kebanyakan orang tentang Lebong adalah besarnya kemungkinan seorang laki2 (gak tahu gimana kalo perempuan) terjerat untuk berhubungan dengan wanita Lebong.

Desas desus yang juga sering kudengar adalah bahwa cewe Lebong itu cantik2 n putih2. Entahlah, kalo dimintai pendapat, aku gak bisa bilang apa2 soalnya aku juga gak tahu, cewe2 Lebong itu yg mana, yg kaya gimana, n ada dimana. Perasaan di sini kebanyakan pendatang degh. Jadi, yang dimaksud itu yang mana siy...

Balik lagi ke istilah jalan tol dan jalan setapak. Jalan tol alias jalan bebas hambatan digunakan untuk menggambarkan cewe2 yang dengan mudah bisa 'dipakai' oleh siapapun yang berminat. Sedangkan jalan setapak, hanya bisa dilalui oleh sedikit orang, dengan kata lain, hanya orang2 tertentu yang bisa pake. Istilah yang menurutku kurang ajar. Tapi begitulah mereka, para mitra di kantorku menyebutnya.

Salah seorang rekan pernah bercerita bahwa memang benar kata orang kebanyakan, berada di Lebong, jika tanpa pasangan (baca: istri) benar2 akan sulit. Godaannya besar. Dia menceritakan bagaimana super ramahnya cewe2 Lebong. Bahkan menurutnya, asal mau dan gak takut dosa, mudah banget untuk yang namanya zina. Apalagi kalo laki2nya pegawai. Wuihh, tambah agresif degh cewe2nya. Liat aja, banyak juga pejabat2 yang berskandal. Maklum, profesi pegawai alias PeEnEs masih terbilang elit kalo di daerah.

Terlepas dari benar tidaknya anggapan orang kebanyakan, satu hal yang bisa aku catat. Kadangkala, jika aku bepergian dari atau ke Lebong, aku sering mendapat pertanyaan "Asli Lebong bukan Mbak?". Pertanyaan yang dilontarkan dengan mimik yang membuatku segera ingat percakapan2 sebelumnya tentang cewe2 Lebong di kantorku. Sungguh, meskipun tidak ada asap jika tidak ada api, aku tetap gak suka terhadap sesuatu yang digeneralisir secara semena-mena.

*) Tulisan ini tidak mengandung tendency apapun, hanya sedikit menggambarkan anggapan yang banyak beredar di luaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar