Saya malu atas semua keluh kesah sepele yang saya dramatisasi sedemikian rupa, seolah saya orang paling merana sedunia. Saya malu atas perasaan ketidakberuntungan yang sering muncul di atas begitu banyak keberuntungan yang bahkan tak mampu saya hitung. Saya malu ketika saya menyalahkan orang lain karena sudah membuat saya jadi gak mood. Saya benar-benar malu.
Seperti kalimat yang saya suka dari blog seorang teman, #30: My Personal Feeling is not Important
"Karena orang-orang berubah, keadaan juga berubah, dan yang lebih penting: saya berubah."Juga kalimat,
"Karena perasaan pribadi saya hanya sementara dan bila saya mengabadikannya lewat tulisan, saya takut suatu saat saya akan menyesalinya."Ahh, kalimat yang terakhir ini sudah saya buktikan sendiri. Karena saya suka menulis catatan harian. Saya suka menulis semuanya, apalagi kalau sedang ada emosi yang terlibat. Entah benar-benar senang atau benar-benar galau. Pasti saya nulisnya kayak keran air PDAM di sini pas tengah malam, mengucur deras, tau-tau sudah berlembar-lembar.
Lalu, bertahun-tahun kemudian saya baca lagi. Idih, enggak banget deh, ingin rasanya langsung saya hapus. Geli bacanya, dan sama sekali tidak, apa ya, ah pokoknya kok rasanya bukan gue banget deh. Benar-benar kelihatan bahwa nulisnya melibatkan banyak emosi, agak tidak ilmiah dan encer, sama sekali gak ada kental-kentalnya. Loh? :D
Saya penyuka suatu bentuk warisan digital. Saya suka mengenang masa lalu dengan membuka kembali dokumen-dokumen jadul. Saya suka melihat-lihat foto meskipun saya sama sekali gak fotogenik. Saya suka melihat dunia melalui gambar dan rangkaian huruf-huruf yang ikut mendeksripsikannya. Terasa dunia dalam genggaman (kayak pernah denger di iklan apa gitu ya...). Informasi sedemikian gratisnya untuk dinikmati. Benua Amerika yang berada dalam mimpinya sang pemimpi yang gak bangun-bangun seolah-olah berada tak sampai satu kilometer saja dari mata saya.
Saya juga suka membaca cerita. Saya suka membaca cerita hidup orang lain, apalagi orang-orang terdekat saya. Sayang sekali mereka tidak suka menuangkan skenario kehidupannya dalam tulisan yang bisa saya nikmati. Saya suka memperkirakan karakter seseorang melalui bagaimana ia merangkai kata. Saya suka melihat tipikal seseorang melalui update statusnya di media-media sosial. Meskipun penilaian saya belum tentu benar. Tapi kemudian saya menjadi tidak nyaman atas aib yang diumbar kemana-mana atas nama curhat melapangkan hati. Ah, semoga bukan saya yang menelanjangi diri saya sendiri lalu tanpa malu-malu melenggang ke luar rumah.
Semua orang pada satu titik tertentu akan merasa dirinya benar, tidak ingin dipersalahkan. Semua orang pada satu titik tertentu sedang dilanda keegoisan tingkat dewa untuk tidak dapat menerima sedikitpun nasehat. Dan semua orang pasti akan merasa cerita hidupnya itu unik. Selama tidak saling mengusik, silakan saja. Seperti saya, dengan warisan digital yang saya pikirkan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar