Minggu, 27 Desember 2009

-64- Memori Si Kecil

"Neneknya Yori yang di sana kan rumahnya gede, Yuk. Ada kolam renangnya. Yori kan dikasih laptop dan PS gitu kalo Yori ke sana.", cucunya ibu kostku terus bercerita. Kalau kuhitung2, sudah sekitar lima belas menit pita suaranya tak jua berhenti bergetar.
"Terus mana laptopnya Yori, kenapa gak dibawa kesini aja?", aku menimpali.
"Gak boleh dibawa, cuma buat di sana aja. Pokoknya kalo Yori ke sana apa yang Yori mau pasti dikasih, minta dibeliin apa aja pasti boleh. Di sana juga ada pembantu.", dia bicara lagi tanpa terlihat berminat break barang sebentar saja.
"Iya?", aku mulai bosan.
"Iya, neneknya Yori kan yang punya bank yang gede itu loh, bla... bla..."

Di lain kesempatan Yori akan bertanya, "Ayuk pernah ke Bandung? Yori di Bandung makan strawberi sepuasnya, uwaknya Yori kan punya kebun stroberi, bla bla bla". Atau, "Ayuk, teman2 Yori yang cowok2 kan banyak yang naksir sama Yori, bla bla". Dan masih banyak obrolan lain yang terlalu rumit diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Huff, gila... rasanya aku tak ingin percaya bahwa ternyata aku kesal pada anak itu. Penting gak sih cerita A, B, C gak jelas kayak gitu, aku membatin. Pikiran tidak normalku ingin mengeluarkan sanggahan2 yang aku yakin dapat dengan mudah mematahkan semangatnya bercerita (yang tidak jarang membual). Tapi alhamdulillah Ya Allah, aku masih waras. Aku masih waras dan benar2 sadar bahwa yang sedang berada di hadapanku, menghalangi siaran berita yang sangat ingin aku tonton, hanyalah seorang anak kelas 4 SD.

###

Waktu itu aku sedang membereskan kamar, mengumpulkan barang2 dan mengelompokkan sesuai jenisnya. Hmm, ternyata selama ini aku tidak sadar bahwa koleksi alat tulisku sudah bejibun. Resiko bekerja dengan data. Oke, kubuat satu paket berisi pensil, pulpen, penghapus dan rautan. Rencananya paket itu akan kuberikan pada Yori. Lalu kubuka pintu kamar sambil memanggil, "Yooooo....". Uupsss, aku berhenti di pintu kamar tanpa menyelesaikan panggilanku.

Yori sedang bermain bekel bersama dua teman sebayanya yang juga masih familinya ibu kost dan kukenal dengan baik. Aku bengong dan bingung. Di sela2 kebengonganku, aku berpikir, apakah lebih baik tidak jadi saja paket itu kuberikan? Atau haruskah kuteruskan saja niatku untuk memberikan paket itu pada Yori? Trus, yang 2 anak lagi gimana? Ahh, bodo amat, mereka kan gak tinggal di sini, yang tinggal di sini kan cuma Yori, jadi wajar aja kalo aku cuma ngasih dia aja.

Namun tanpa sadar kebengongan yang hanya beberapa detik itu telah membawaku untuk menggali kembali memori belasan tahun yang lalu. Dulu, ketika tanteku bertandang ke rumah, aku melihat beliau memberikan sebuah buku telpon magnet kepada kakakku. Aku iri setengah mati. Kenapa cuma kakakku saja yang diberi dan aku enggak? Tante pilih kasih. Lain waktu aku mendapati uwak memberi sebuah gelang tembaga yang cantik kepada kakak perempuanku. Sumpah, aku benar2 iri. Kenapa aku gak diberi? Aku benci orang2 dewasa yang suka pilih kasih. Aku yang saat itu masih SD benar2 kesal. It's not fair. Mereka lebih sayang kakakku daripada aku.

Hmm, semua itu memang hanya pikiran anak2 pada masa pertumbuhannya. Dia tidak tahu bahwa mungkin tante hanya punya satu buku telpon untuk diberikan pada yang lebih memerlukannya. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya uwak punya satu gelang lagi yang lupa dibawa. sekarang anak itu tidak lagi punya pikiran childish seperti itu, tapi aku sangat yakin seyakin2nya bahwa tante dan uwakku tidak pernah mengingat kejadian tersebut. Kejadian yang saat itu ternyata sanggup membuat seorang anak sakit hati. Kejadian yang masuk ke dalam memori masa kanak2nya, dan terus mengendap di sana sampai anak itu berusia 24 tahun seperti sekarang.

Begitulah wujud ciptaan Allah, memori si kecil dirancang sangat kuat. Itulah kenapa menghapal Al Quran paling baik dilakukan sedari kecil, karena hapalan2 di masa kecilnya itulah yang akan dibawa sang anak sampai dewasa. Pun setiap rekaman kejadian yang dialami pada masa itu.

Aku kembali ke kamar. Harus bisa kubuat dua paket alat tulis lagi, begitu batinku. Untunglah alat tulis alat tulis itu jumlahnya masih cukup. Setelah jumlah paket sudah pas, baru paket2 itu kuberikan pada ketiga anak yang sedang bermain bekel tadi. Aku bahagia. Alhamdulillah Ya Allah, tak Kau biarkan aku menyakiti hati anak2 itu dan membuat mereka mengingatku sebagai orang dewasa yang pilih kasih.

###

Suatu sore ibu kost teriak2 kencang menyuruh cucunya mandi. "Yoriiiiiii, buruan mandi, dah sore!!!". Yori menimpali tak kalah kencangnya, "Entar aja Yori mandinyaaa." Aku terganggu. Anak ini memang tingkat perlawanannya terhadap orangtua tergolong sangat tinggi. Lalu dengan kalem aku bilang, "Mandilah Yori, udah sore, sebentar lagi magrib loh." Dan dia tak pernah kehilangan jawaban, "Gpp, Yori mandinya ntar malem aja. Ayuk juga kan mandinya malem..." Yaksss $$*&$#$@**#

Ampuni aku Ya Allah. Belum juga aku menjadi ibu. Pantas saja belum kau izinkan aku menikah. Karena untuk dakwah dalam lingkup sekecil ini pun ternyata aku tak becus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar