"Demi masa, sesunguhnya manusia kerugian, melainkan yang beriman dan yang beramal saleh." Begitulah syair lagu Raihan yang aku ingat. Kumpulan aksara penyusun syair tersebut serasa melayang2 dalam otakku, menambah rasa kesal yang memang sudah bercokol sedari tadi.
Aku duduk di sana, pada sebuah kursi biru di sebuah bank. Diam, menunggu seseorang yang harus datang menjemput suatu benda dariku. Ahh, semakin kacau balau saja kata2ku. Dalam kebosanan kucoba merangkai beberapa patah kata. Aku berpikir, jika sampai kumpulan kata asal2an tersebut berhasil kuposting pada blogku, tak terbayang sudah berapa banyak menit yang kubuang untuk sekedar menunggu.
Sepuluh, dua puluh, tiga puluh menit berlalu sudah. Terbayang2 beberapa laporan yang bisa kuselesaikan dalam waktu selama itu. Huh, kesalku menjadi2. Buang2 waktu. Tidak tahukah dia bahwa pekerjaan2ku sudah mulai melancarkan aksi teror.
Aku terus menunduk, mengetuk2kan stylus pada layar sekian inchi ini, tak peduli pada beberapa orang yang sedang bertransaksi. Aku bertransaksi dengan diriku sendiri, menghitung2 sisa waktu di hari ini, masih bisakah menyelesaikan beberapa target. Arrgh, kenapa pada saat2 seperti ini menit2 terasa begitu cepat berlalu.
Terpekur kulihat seorang bapak yang sudah sangat renta. Mata dan telinganya sudah tidak berfungsi dengan sempurna. Mungkin kelak pun aku begitu. Berapa banyak waktuku yang terbuang untuk sekedar menunggu, sampai usiaku setua itu. Menunggu, menunggu apapun.
Lalu kuterdiam. Aku kesal karena waktuku terbuang percuma saat menunggu seseorang. Apakah Allah juga kesal ketika aku lebih suka membuang menit2ku untuk nonton film daripada tilawah?!
Aku duduk di sana, pada sebuah kursi biru di sebuah bank. Diam, menunggu seseorang yang harus datang menjemput suatu benda dariku. Ahh, semakin kacau balau saja kata2ku. Dalam kebosanan kucoba merangkai beberapa patah kata. Aku berpikir, jika sampai kumpulan kata asal2an tersebut berhasil kuposting pada blogku, tak terbayang sudah berapa banyak menit yang kubuang untuk sekedar menunggu.
Sepuluh, dua puluh, tiga puluh menit berlalu sudah. Terbayang2 beberapa laporan yang bisa kuselesaikan dalam waktu selama itu. Huh, kesalku menjadi2. Buang2 waktu. Tidak tahukah dia bahwa pekerjaan2ku sudah mulai melancarkan aksi teror.
Aku terus menunduk, mengetuk2kan stylus pada layar sekian inchi ini, tak peduli pada beberapa orang yang sedang bertransaksi. Aku bertransaksi dengan diriku sendiri, menghitung2 sisa waktu di hari ini, masih bisakah menyelesaikan beberapa target. Arrgh, kenapa pada saat2 seperti ini menit2 terasa begitu cepat berlalu.
Terpekur kulihat seorang bapak yang sudah sangat renta. Mata dan telinganya sudah tidak berfungsi dengan sempurna. Mungkin kelak pun aku begitu. Berapa banyak waktuku yang terbuang untuk sekedar menunggu, sampai usiaku setua itu. Menunggu, menunggu apapun.
Lalu kuterdiam. Aku kesal karena waktuku terbuang percuma saat menunggu seseorang. Apakah Allah juga kesal ketika aku lebih suka membuang menit2ku untuk nonton film daripada tilawah?!