Selasa, 05 April 2011

-80- Don't Judge The Book From The Cover

Date Created : 25 Agustus 2009

Aku lagi gak tajir ide untuk nambah postingan di blog. Tapi daripada kelamaan vakum, lebih baik aku berbagi beberapa peristiwa sederhana yang terjadi di sekitarku akhir2 ini. Peristiwa sederhana, namun tidak berbanding lurus dengan sederhananya hidup.

Satu tahun aku di Muara Aman, kota ini mulai berubah meski tidak terlalu signifikan. Emang perubahannya apa Wee? Pertama, sektor perdagangan mulai menggeliat. Tempat2 makan baru mulai bermunculan, dan inilah yang paling ditunggu2 oleh anak kost seperti diriku. Kedua, jasa angkutan mulai bersaing. Kalau dulu ke Bengkulu harus puas dengan naik engkel, sekarang travel2 dengan mobil2 AVP, Xenia, atau Avanza-nya mulai berkeliaran. Untuk tipe2 traveller sepertiku, hal ini sangat2 membantu. Ketiga, sektor perparkiran tidak hanya menggeliat, melainkan memberontak, sampai2 parkir 5 menit di depan warung sate pun dimintai uang parkir. Hah? Sebegitu gak ada kerjaannya kah beberapa penduduk di sini, sehingga kota yang tidak seberapa ramai ini bahkan memberlakukan tarif parkir dua kali lipat daripada ibukota provinsinya sendiri? Kalo motorku trus ditutupin pake apa gitu supaya gak panas dihajar matahari, oke juga. Lah ini dianggurin aja. Huh, perubahan yang satu ini benar2 tidak menyenangkan.

Pertama kali berkendara di Kota Muara Aman satu tahun yang lalu, aku berdecak kagum. Wuahh, hebat... Jalan2 di pusat kotanya (Pasar Muara Aman) dipenuhi jalan satu jalur. Alhasil, untuk menuju tempat2 tertentu yang seharusnya bisa lurus, mesti memakan waktu yang lebih lama karena harus memutar. Buang2 waktu. Tapi gak masalah, karena ternyata kebijakan yang bikin ribet pengendara ini bisa membuat jalanan lebih teratur. Lalu satu hal lagi yang perlu diacungi jempol, pengendara sepeda motor di sini, baik yang di depan maupun yang dibonceng, WAJIB menggunakan helm standar. Kalo di kota2 besar, hal ini sangat wajar, tapi menjadi luar biasa jika dibandingkan dengan pengendara sepeda motor di Kota Baturaja yang notabene kotanya jauh lebih maju. Oh Baturaja-ku… dalam hal ini dirimu menyedihkan.

Ngomong2 tentang ranmor dan lalu lintas, aku jadi teringat sama Pak Polisi. Mohon maaf sebelumnya, gak tahu kenapa, aku dan pikiranku selalu dipenuhi sugesti negatif terhadap polisi. Aku sering mendengar beberapa teman yang dipalakin sama polisi. Dia melanggar tapi gak ditilang asalkan memberikan 'setoran' kepada polisi tersebut. Dalam kasus ini, teman2ku itu juga salah. Kemudian, aku sendiri pun pernah ditilang, sebbeel banget sama polisinya, padahal memang aku yang salah, hehe. Dasar manusia. Belum lagi banyak kasus2 kejahatan yang ditengarai oleh oknum polisi. Hmm, aku sempat berpikir, polisi mana ada yang baek siy, uuppsss... Kakakku bahkan sampai bilang gini, "Hati2, ntar kemakan omongan sendiri, malah dapet suami polisi." Hiiiii………. :D

Suatu siang di Muara Aman, aku bersama rekan2 sekantor hendak makan siang bareng boz dari provinsi. Sebelum ke rumah makan, kami mampir ke masjid dulu. Kebetulan aku sedang dikasi dispensasi, jadi gak shalat, aku pun menunggu di luar. Selagi menunggu, tampak seorang laki2 berseragam polisi masuk ke halaman masjid, lalu ia parkir motornya, melepas sepatunya, dan masuk ke masjid. Aku sempat terpana. Di kala seringnya aku melihat polisi2 yang dengan cueknya duduk2 santai di pos polisi yang terletak persis di depan sebuah masjid di siang Jumat, di saat yang lain kujumpai seorang polisi yang dengan sukarela menuju masjid di siang Senin yang terik, untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba. Betapa adilnya dunia yang tak membiarkan pikiran negatif senantiasa menghantuiku.

Maka, dengan salah satu kejadian saja, aku diberitahu untuk tidak memberikan penilaian negatif secara umum. Don’t judge the book from the cover, Wee...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar