Jumat, 15 Oktober 2010

-72- Transaksi Berinfaq

Kemarin pagi aku akan keluar dari parkiran sebuah bank. Motorku terhalang motor-motor lain yang melintang semrawut. Kucari abang tukang parkir. Dengan ekor mataku kudapati dia tengah bertransaksi, mencari-cari kembalian untuk seorang bapak yang membayar parkir dengan uang sepuluh ribuan.

Dia merogoh-rogoh tas pinggangnya, mencari-cari dan menghitung hingga sejumlah Rp.9.500. Selesai. Tidak sampai dua menit kemudian dia sudah berdiri di depanku, membantu mengeluarkan motorku, lalu aku bayar dan langsung pergi.

Kejadian itu sangat biasa. Sebiasa kejadian-kejadian nyaris serupa lainnya yang langsung terlintas di pikiranku kala melihat si abang tukang parkir merogoh dan mencari-cari rupiah dalam tasnya. Kejadian yang beberapa kali aku temukan ketika kotak infaq tengah digeserkan di masjid. Kejadian yang (sekali lagi) adalah biasa, tapi terasa sedikit aneh di mataku.

Waktu itu aku shalat tarawih di masjid. Ketika ceramah, kotak infaq digeser melewati para jamaah. Lazimnya, orang-orang akan memasukkan infaq melalui celah kecil di atas kotak, lalu menggesernya kembali ke jamaah lain. Namun seorang ibu bertingkah lain. Dia membuka kotak tersebut, mencari-cari sejumlah nominal untuk kembalian infaq yang dia bayar dengan uang sepuluh ribuan.

Aku tersenyum melihatnya. Lalu aku teringat pada aksi serupa seorang gadis ketika acara galang dana musibah bencana alam beberapa tahun sebelumnya. Sepertinya biasa. Namun aku yakin bahwa bukan hanya aku yang akan tersenyum melihat kejadian seperti itu, lalu berpikir bahwa hal tersebut terlihat aneh.

Plis deh Bu... Apa salahnya kesemua sepuluh ribuan itu diinfaqkan. Atau memang sudah dari sebelumnya siapin aja uang receh untuk infaq. Tapi... Masih mending dia mau infaq Wee. Siapa tau memang tinggal sepuluh ribuan itulah yang dia punya, padahal dia masih harus membeli makanan untuk anaknya. Tapi lagi, sepertinya ibu itu bukan orang tak punya. Idih, infaq aja pelit banget sih. Rrrghhh, malah aku yang rese ini :(

Hmm, seharusnya aku berpikir sama halnya kejadian di tempat parkir. Bukankah bapak itu tidak punya uang receh sama sekali, tapi tetap harus bayar parkir yang cuma 500 perak. Jadi apa salahnya bayar pake sepuluh ribuan. Bikin sebel sih, soalnya jadi ribet, tapi gak salah kan? Iya sih, tapi lagi2 aku berpikir bahwa urusan infaq kan beda. Infaq adalah urusan amal dan pahala, masa pelit amat si... Uppsss...

Ah, sudahlah Wee. Yang penting kalau kamu tidak sayang menghabiskan rupiah untuk barang yang tidak terlalu perlu, kenapa kamu pelit berinfaq? Biarlah kejadian2 itu berlalu, berasa aneh dan tidak lazim. Namun jangan sampai kamu men-judge ini itu gak jelas. Urus saja dirimu sendiri ^^

***

Suatu hari sebuah kotak infaq kembali digeser. Ada lagi yang membukanya dan mencari-cari uang receh. Tapi bukan untuk kembalian, melainkan untuk menukar uangnya yang besar menjadi recehan...

(iseng2 ditemani lilin, dalam gelap malam, listrik mati, air pun mati)

3 komentar:

  1. awas matanya rusak loh...gelap2an... mentang2 kartu baru... :p

    BalasHapus
  2. hahaha.........kyaknya qta pnya pengalaman yg sama tuch ! ;)

    BalasHapus