Kamis, 29 Oktober 2009

-58- Apa Aku Sudah Dewasa? - Sebuah Coretan Masa Lalu

Sinar matahari pagi masih memenuhi ruang luas di sekitarku. Hangat. Nyaman. Entah sudah berapa banyak menit yang kuhabiskan duduk di belakang rumah, memperhatikan Poci dan Poli bermain-main bahagia di teras belakang. Mereka saling mencakar, menggigit, bergulat ria, kadangkala ekornya berdiri tegak tanda waspada. Ceria sekali. Iseng kulempar bola... mereka berebut saling menendang, tapi tetap waspada memperhatikan objek bulat yang bisa memantul itu.

Kejadian tadi tertulis di memoriku belasan tahun yang lalu. Saat itu aku masih SD. Aku ingat yang aku pikirkan... betapa enaknya menjadi kucing. Hidupnya santai, senantiasa bermain-main, penuh kebahagiaan, tanpa harus sekolah, gak perlu ngerjain PeEr, gak harus dapet ranking 1, juga gak pernah dipaksa untuk tidur siang. Hanya bermain. Kalau sudah bosan bermain, mereka tidur sendiri, atau sekedar menjilati bulunya (baca: mandi). Senangnya...

Dulu, seorang aku yang masih SD senantiasa manyun bin sebal kalau setiap malam sebelum tidur disuruh sikat gigi. Males. Apalagi kalau sudah sangat ngantuk. Wuih... Aku berpikir, "Perasaan, Luna gak pernah sikat gigi degh. Tapi giginya selalu putih bersih, gak ada bolong-bolong, gak pernah juga sakit gigi." Lagi-lagi aku beranggapan, betapa enaknya jadi kucing.

Sekarang, belasan tahun kemudian, di 21 tahun usiaku, aku bisa menuliskan kejadian itu. Aku tersenyum lucu. Betapa polosnya pemikiran seorang anak SD. Ibarat air, ia belum terkena polusi. Dulu, kalau aku ngomong sama ibu "Luna aja gak pernah sikat gigi", mungkin ibu akan maklum. Yah, aku kan belum dewasa. Tapi, kalo sekarang aku ngomong gitu... maka aku sendiri pun akan merasa malu. Lagian, hari gini siapa lagi yang mau ngurusin, apa aku sudah sikat gigi atau belum.

Betapa panjangnya proses pendewasaan diri. Pendewasaan dalam segala hal. Dewasa secara fisik (baca: tumbuh besar dengan tinggi),dewasa dalam bersikap, serta dewasa dalam cara berpikir. Panjang dan rumit, sampai-sampai aku tak bisa merangkai kata-kata untuk membakukan definisi 'dewasa'.

Kadangkala, kita membutuhkan waktu untuk menyadari setiap nilai di balik suatu peristiwa. Bisa jadi beberapa menit kemudian, kita sudah sadar siluet apa di baliknya. Namun tidak jarang, kita butuh beberapa jam, hari, bulan, ataupun bertahun-tahun untuk sekedar menyadari, nilai apa, hikmah apa yang menempel pada kejadian yang menimpa kita. Saat itulah semuanya akan menjadi sangat berharga. Saat itulah, pahitnya kenangan atas suatu peristiwa, akan dikalahkan oleh manisnya hikmah dan proses pendewasaan diri yang kita dapatkan setelahnya.

Lalu aku, kembali melempar tanya, "Apa sekarang aku sudah bisa disebut dewasa?". Untuk menjawab pertanyaan itu, aku setuju dengan lagunya Britney Spears... I'm not a girl, not yet a woman

Ketika aku berhadapan dengan perbedaan, aku tidak pernah 'memaksa' orang lain untuk menyetujui pendapatku. Aku hargai pendapatnya, meskipun tidak setuju. Yang aku lakukan hanya mencoba menjelaskan apa yang menurutku 'salah' dari pendapatnya itu. Tapi sekali lagi, aku sangat tidak berhak 'memaksa'. Toh, belum tentu juga aku yang benar... Saat itu, aku merasa telah menjadi dewasa.

Ketika aku pulang ke rumah, tak ada lagi Poci ataupun Poli. Yang ada hanyalah Hikaru seorang yang kuajak bermain. Aku pandangi dia sambil tersenyum dan berpikir bahwa dialah yang selama ini menemani ibuku di saat anak-anaknya jauh dari rumah. Tapi aku tidak pernah berpikir, betapa enaknya menjadi Hikaru. Karena setiap pulang ke rumah, hatiku bahagia. Saat itu, aku juga merasa telah menjadi dewasa.

Ketika aku merasa tidak melakukan apapun, tetapi bosan menyergapku dari segala arah. Skripsi belum kelar... mau ngerjain program, entah mulai dari mana. Waktuku benar-benar tidak efektif. Detik demi detik terbuang menghasilkan banyak foto 'aneh' hasil kreasi kebosananku. Aku jalankan Age of Empire, aku ciptakan banyak musuh, aku biarkan sampai semuanya canggih, lalu dengan puasnya aku hancurkan satu per satu via cheating, hehe. Tetap bosan, aku beralih ke Feeding Frenzy, sampai mentok nilai tertinggi, aku kembali bosan. Semuanya... gak penting.

Saat itu aku merenungkan pemikiranku belasan tahun yang lalu. Aku tuangkan dalam tulisan. Di sini tidak ada Hikaru, tetapi aku ingat Luna. Aku menertawakan pendapatku dulu. Namun saat ini, ketika tahun sudah beranjak dengan nominal 2007, hati kecilku malah membenarkan pendapat yang aku sendiri justru menertawakannya...

O o... baru kusadari, bahwa ternyata sebenarnya aku masih belum dewasa.

Wee 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar