Kebetulan sekarang saya sedang tidak mood menyalahkan diri sendiri ataupun dengan sukarela menonstabilkan emosi karena membahas soal ini. Saya lalu terpaku pada satu point dalam link di atas...
Saya
ingat dulu pada hari ulang tahun saya, ibu saya mengucapkan selamat
ulang tahun trus bilang, "Kadonya nyusul ya...". Eh, cuma lewat
beberapa detik bapak saya langsung ngomel. Saya lupa gimana persisnya
omelan bapak. Intinya bapak ngomelin ibu dan bilang lebih baik jangan
janji2 kayak gitu daripada nanti gak bisa nepatin. Kalo mau ngasih kado
ya kasih aja, gak perlu bilang2 dulu alias janji duluan. Ibu pun lalu
menarik kembali kata2nya tadi sambil minta maaf. Hihihi, lucu dan
sederhana, tapi berbekas, dan bekasnya melekat erat dengan sempurna di
sini, di kepala dan dada saya, sampai sekarang.
"Dari Abi Hurairah Radhiallahuanhu, dari Nabi s.a.w. bersabda : Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu apabila dia bercakap dia berbohong dan apabila berjanji dia ingkar dan apabila diamanahkan dia khianat."(Riwayat Al-Imam Al-Bukhari)
Hadist di atas mungkin sudah familiar sekali bagi sebagian besar muslim. Munafik... salah satu cirinya adalah ingkar janji. Kok kayaknya frase "ingkar janji" benar2 terasa kejam ya, jelek, dan agak2 gimana gitu. Seolah2 melakukannya benar2 suatu kejahatan yang tidak termaafkan, itu kalau ditinjau dari segi pembahasaan. Padahal tidak sedikit dari kita yang sangat sering melakukannya, menyepelekan janji yang menggunakan nama Allah. Sadarkah kita bahwa Insya Allah yang kita ucapkan seringkali adalah sebuah alasan untuk tidak memenuhi janji. Ya nggak, ya nggak? :p
Pernah denger gak, kalimat Insya Allah yang dibalas dengan kalimat, "Ini Insya Allah diajak makan apa Insya Allah disuruh kerja?"... Hehehe, sebegitu tidak dipercayanya sebuah kalimat Insya Allah, padahal kan sebagai muslim harusnya kita mengerti bahwa ketika sudah mengucapkan Insya Allah berarti kita akan berusaha sebisa mungkin memenuhi janji tersebut.
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra`: 34)
Jadi intinya adalah jangan pernah menyepelekan janji. Janji adalah hutang dan hutang itu harus dibayar. Dalam semua lini kehidupan janji dan hutang tidak terpisahkan. Misalkan dalam jual beli, penuhilah akadnya dan jangan diingkari. Misalkan dalam pernikahan, akadnya bukan lagi antar manusia, melainkan dengan Allah, maka kita tahu sendiri bagaimana kekuatannya. Misalkan dalam pinjam meminjam, berhutang uang dan berjanji akan dibayar, maka penuhilah janji itu sebisa mungkin. Yang banyak terjadi adalah orang lebih suka berhutang tapi tidak suka membayar, daripada mendahulukan membayar hutang, lebih baik mendahulukan kepentingan untuk bersenang2. Ah, soal ini kalau dibahas bisa sampai panjaaaannngggg... Naudzubillah deh, kadang kita sendiri yang sebenarnya sudah melabeli diri kita sebagai orang munafik.
Maka dari itu, seandainya oh seandainya semua orang di dunia ini mengerti bagaimana pentingnya memenuhi janji dalam islam, mungkin tidak akan pernah ada penipuan dalam bisnis ataupun khianat dalam pernikahan. Damai sekali dunia...
Kembali pada alur cerita yang pertama. Kita sebagai manusia normal pasti tidak akan suka pada orang yang suka ingkar janji. Maka dari itu, mari ajarkan 'menepati janji' sedini mungkin pada anak2 kita, supaya tidak muncul generasi2 tukang mungkir dari rumah kita. Jangan pernah berjanji jika kita tau bahwa kita tidak akan atau tidak mau menepati. Hati-hati kecil itu pasti akan kecewa, dan yang sangat dikhawatirkan adalah jika kekecewaan itu ternyata (tidak sengaja) mengendap dalam sanubarinya. Ujung2nya ketika besar mereka juga dengan sendirinya meniru ingkar. Mari mulai dari diri sendiri, berusaha semaksimal mungkin menjadikan diri sebagai contoh dan tauladan baik yang paling nyata. Sisanya serahkan pada Allah. Bismillah... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar