Bentuknya bulat dengan tali berwarna biru. Penunjuk detiknya tak berjarum, hanya sebentuk wajah dengan senyum lucu yang selalu berputar bersamaan dengan kalimat "Don't worry. Be happy". Seingatku itulah jam tangan pertamaku. Aku tidak pernah tahu merknya. Yang aku tahu hanyalah bahwa jam itu adalah jam tangan kesayanganku, pemberian Bapak ketika aku masih SD dulu.
Beranjak SMP aku dihadiahi sebuah jam tangan bulat berukuran kecil dengan tali kulit berwarna hitam. Jam tangan dengan wajah tersenyum sedikit terlupakan. Tempatnya tergantikan oleh yang lain yang auranya lebih dewasa. Lalu menjelang akhir SMA aku penasaran ingin mencoba menjadi lebih feminin dengan jam tangan stainless. Dua jam tangan sebelumnya entah sudah dimana rimbanya. Namun, ternyata usia si stainless hanya seumur jagung. Pergelangan tanganku gatal2 iritasi. Akhirnya kusingkirkan ia dan kuputuskan untuk tanpa jam tangan dulu selama beberapa waktu. Dan, ternyata rasanya aneh.
Lagi2 jam tangan hitam menjadi pilihanku di awal kuliah. Bentuknya bulat bersegi banyak dengan angka2 tercetak besar di pinggir2nya. Lucu dan keren meskipun merknya gak jelas. Aku nyaman dengan jam yang satu ini, padahal selama kuliah entah sudah berapa banyak jam tangan murah meriah yang singgah di pergelangan tanganku. Sampai kemudian, menjelang akhir kuliah aku mulai mengganti jam tanganku dengan jam yang merknya setidaknya lebih jelas. Aku beralih ke jam tangan berbentuk kotak dan lagi2 hitam dari Sophie Paris. Waktu itu aku berpikir, cukup sudah aku koleksi dan gonta ganti jam tangan keluaran negeri antah berantah. Cukuplah 1 jam tangan saja, gak perlu gonta ganti, tapi yang cuma 1 itu merknya harus jelas.
Hari2 berlalu dan ternyata seperti sebelumnya, aku tidak betah dengan hanya 1 jam tangan saja. Lagi2 aku membeli jam tangan yang menurutku unik, entah itu putih lucu, merah feminin, atau jam tangan rantai hitam yang (menurutku) elegan, juga jam tangan stainless berbentuk kotak yang berukuran sedang. Sampai sejauh ini jam itulah jam tangan gak jelas yang paling aku suka dan yang terakhir kali kumiliki.
Suatu hari saat sedang break sholat dalam suatu acara, ketika aku hendak wudhu, jam tangan itu terjatuh ke lantai. Posisi jatuhnya benar2 pas sehingga kacanya retak. Sangat disayangkan. Dan karena kejadian itu, 2 hari berikutnya aku tanpa jam tangan. Rasanya benar2 janggal dan tidak nyaman. Keinginan untuk membeli jam tangan baru kembali mencuat. Kali ini aku bertekad untuk meluruskan niat, cukup pilih 1 jam tangan saja dengan merk yang jelas.
Pilihanku jatuh pada jam tangan Ray Rucci berbentuk kotak panjang yang agak besar. Entah kenapa sejak pertama kali melihatnya aku langsung naksir. Ia kelihatan keren dan elegan pada saat nangkring di pergelangan tanganku (atau emang dasar orangnya yang keren kali yah, :D). Dan sampai detik ini aku masih setia dengannya. Kusingkirkan jauh2 semua jam tangan sebelumnya. Goodbye all, terimakasih telah senantiasa berputar sepanjang hariku.
......
Kuraba tanganku tepat di pergelangannya. Pikiranku kosong. Bahkan sebuah jam tangan pun mampu mengingatkan akan setiap detik yang kulalui. Bahkan aku tidak pernah tahu sudah berapa kali mereka berputar seiring berjalannya hidupku. Bahkan tidak jarang aku lupa bahwa sesungguhnya ia amat membantuku melihat waktu. Bahkan aku tak pernah ingat tentang mereka semua, entah sudah berapa banyak jam tangan yang pernah kumiliki, bagaimana jenisnya, juga seperti apa rupanya.
Seandainya ia manusia, hatiku pun tak yakin apakah ternyata ada banyak manusia yang telah mampir dalam hidupku, memberikan pelajaran berharga, lalu kemudian ia kulupakan. Seandainya ia pilihan hidup, otakku pun tak mampu berpikir apakah sudah terlalu banyak pilihan hidup yang tak bisa aku pilih dengan benar. Seandainya ia adalah waktu itu sendiri, akankah ia menuntutku atas kelalaian yang mungkin tak terhitung lagi.
Dan memang... sebuah jam tangan pun mampu bercerita.
Beranjak SMP aku dihadiahi sebuah jam tangan bulat berukuran kecil dengan tali kulit berwarna hitam. Jam tangan dengan wajah tersenyum sedikit terlupakan. Tempatnya tergantikan oleh yang lain yang auranya lebih dewasa. Lalu menjelang akhir SMA aku penasaran ingin mencoba menjadi lebih feminin dengan jam tangan stainless. Dua jam tangan sebelumnya entah sudah dimana rimbanya. Namun, ternyata usia si stainless hanya seumur jagung. Pergelangan tanganku gatal2 iritasi. Akhirnya kusingkirkan ia dan kuputuskan untuk tanpa jam tangan dulu selama beberapa waktu. Dan, ternyata rasanya aneh.
Lagi2 jam tangan hitam menjadi pilihanku di awal kuliah. Bentuknya bulat bersegi banyak dengan angka2 tercetak besar di pinggir2nya. Lucu dan keren meskipun merknya gak jelas. Aku nyaman dengan jam yang satu ini, padahal selama kuliah entah sudah berapa banyak jam tangan murah meriah yang singgah di pergelangan tanganku. Sampai kemudian, menjelang akhir kuliah aku mulai mengganti jam tanganku dengan jam yang merknya setidaknya lebih jelas. Aku beralih ke jam tangan berbentuk kotak dan lagi2 hitam dari Sophie Paris. Waktu itu aku berpikir, cukup sudah aku koleksi dan gonta ganti jam tangan keluaran negeri antah berantah. Cukuplah 1 jam tangan saja, gak perlu gonta ganti, tapi yang cuma 1 itu merknya harus jelas.
Hari2 berlalu dan ternyata seperti sebelumnya, aku tidak betah dengan hanya 1 jam tangan saja. Lagi2 aku membeli jam tangan yang menurutku unik, entah itu putih lucu, merah feminin, atau jam tangan rantai hitam yang (menurutku) elegan, juga jam tangan stainless berbentuk kotak yang berukuran sedang. Sampai sejauh ini jam itulah jam tangan gak jelas yang paling aku suka dan yang terakhir kali kumiliki.
Suatu hari saat sedang break sholat dalam suatu acara, ketika aku hendak wudhu, jam tangan itu terjatuh ke lantai. Posisi jatuhnya benar2 pas sehingga kacanya retak. Sangat disayangkan. Dan karena kejadian itu, 2 hari berikutnya aku tanpa jam tangan. Rasanya benar2 janggal dan tidak nyaman. Keinginan untuk membeli jam tangan baru kembali mencuat. Kali ini aku bertekad untuk meluruskan niat, cukup pilih 1 jam tangan saja dengan merk yang jelas.
Pilihanku jatuh pada jam tangan Ray Rucci berbentuk kotak panjang yang agak besar. Entah kenapa sejak pertama kali melihatnya aku langsung naksir. Ia kelihatan keren dan elegan pada saat nangkring di pergelangan tanganku (atau emang dasar orangnya yang keren kali yah, :D). Dan sampai detik ini aku masih setia dengannya. Kusingkirkan jauh2 semua jam tangan sebelumnya. Goodbye all, terimakasih telah senantiasa berputar sepanjang hariku.
......
Kuraba tanganku tepat di pergelangannya. Pikiranku kosong. Bahkan sebuah jam tangan pun mampu mengingatkan akan setiap detik yang kulalui. Bahkan aku tidak pernah tahu sudah berapa kali mereka berputar seiring berjalannya hidupku. Bahkan tidak jarang aku lupa bahwa sesungguhnya ia amat membantuku melihat waktu. Bahkan aku tak pernah ingat tentang mereka semua, entah sudah berapa banyak jam tangan yang pernah kumiliki, bagaimana jenisnya, juga seperti apa rupanya.
Seandainya ia manusia, hatiku pun tak yakin apakah ternyata ada banyak manusia yang telah mampir dalam hidupku, memberikan pelajaran berharga, lalu kemudian ia kulupakan. Seandainya ia pilihan hidup, otakku pun tak mampu berpikir apakah sudah terlalu banyak pilihan hidup yang tak bisa aku pilih dengan benar. Seandainya ia adalah waktu itu sendiri, akankah ia menuntutku atas kelalaian yang mungkin tak terhitung lagi.
Dan memang... sebuah jam tangan pun mampu bercerita.