Selasa, 28 Agustus 2012

-92- Tentang Statistik Yang Sederhana

Setiap kali saya melihat memeriksa statistik blog saya, dari dulu sampai sekarang hal pertama yang langsung saya simpulkan tidak pernah berubah. Dari sejak pertama kalinya saya ngerti gimana caranya melihat statistik blog (meskipun hanya secara sederhana), sampai sekarang ketika saya tidak lagi peduli pada berapa pagerank yang berhasil saya capai.

Kesimpulan Nomor 1. Melulu tentang SEX dan SEKS

Lihat saja baris pertama di bawah judul widget Popular Posts di samping, pasti selalu dihuni postingan yang itu. Sebenarnya sejak awal juga tidak ada ekspektasi berlebihan dengan mengharapkan akan mendapatkan kenyataan bahwa postingan yang paling banyak diminati atau dicari adalah yang lumayan berbobot (emang ada di sini gituh postingan yang berbobot? hehe...). Saya kecewa? Terus terang saja iya. Ternyata saya bisa benar-benar meyakinkan diri saya sendiri bahwa internet sehat memang hanyalah bagi sebagian kecil orang.

Terlalu besar godaan bagi orang-orang yang tidak begitu yakin untuk apa mereka menggunakan internet, padahal akses internet begitu mudahnya. Semuanya bisa muncul di depan matamu, di layar komputermu. Sekedar gambar-gambar porno, ahh rasanya semua orang tau bahkan tak ada harganya di dunia maya ini. Saya kadang merasa galau, apa jadinya anak-anak saya nanti jikalau saya tidak mampu membantu mereka membangun suatu penyaring yang harus muncul dari dalam diri mereka sendiri. Apa jadinya anak-anak saya nanti jika saya tidak mampu ikut mengokohkan sisi spiritual mereka.

Saya ingat sejarahnya dulu kenapa saya membuat tulisan yang memasukkan kata 'sex' pada judulnya. Saya lagi semangat-semangatnya ngeblog, lari-lari kesana kemari melihat-lihat blog orang. Catat ya, hanya melihat-lihat, bukan membaca isinya dengan serius. Yang benar-benar saya baca hanyalah bagaimana caranya menambahkan widget ini itu, bagaimana caranya agar blog saya terindeks oleh si mbah google, bagaimana caranya agar saya bisa menggunakan template yang tidak standar untuk blog saya,juga bagaimana menampilkan statistik blog.

Nah, katanya sih, kalau mau meningkatkan traffic blog kamu, maka kamu harus membuat blog yang isinya dicari banyak orang. Lihat saja situs-situs yang isinya porn gitu, pengunjungnya bejibun kan. Dosen web saya dulu juga pernah bilang, ada orang yang dengan ilmu sihir (maksudnya di sini saya oon tentang ilmunya gitu deh...) memasukkan banyak tag seperti "sex" atau "seksi" atau "telanjang" di situs mereka, padahal dalam situsnya sama sekali gak ada konten tentang itu. Supaya apa? Supaya ketika orang-orang mengetikkan kata itu pada mesin pencari (kebetulan orang-orang yang dimaksud jumlahnya banyak), situs mereka bisa muncul di halaman pertama. Sederhananya begitu.

Kebetulan saya mau nulis tentang pengalaman yang sempat membuat saya gamang akan masa depan generasi setelah saya, sekalian saja saya buat judulnya seolah dramatis, "Ada Sex di Depan Mata Anak 4 Tahun". Pasti banyak yang akan terkecoh dan gak sengaja mampir ke blog saya gara-gara itu. Dan kenyataannya memang begitulah. Setelah saya melihat statistiknya, postingan yang itu selalu menjadi satu titik ekstrem, ckckck...

Ini statistik pageviews dari 21 Agustus sampai 28 Agustus. Kalau dibikin chart pasti jelek jadinya.
Mungkin nanti setelah saya membuat postingan kali ini akan ada banyak juga yang terkecoh untuk mendarat di halaman ini. Hhffff, menyedihkan sekali. Saya jadi ingat cerita di blog teman saya, bahwa ada seorang yang sudah S2, beasiswa pula, tapi mindahin gambar dari satu dokumen ke dokumen lain saja tidak bisa, koleksi porn bergiga-giga. Hadehhhhh.........

Kesimpulan Nomor 2. Gak ada komentar bukan berarti gak ada yang baca. Jadi hati-hati dengan tulisanmu.

Seringkali saya kalau nulis di blog suka-suka saja, gak terlalu mikirin siapa yang baca. Apalagi kalau gak ada komentar, berarti setidaknya kan gak ada kontroversi. Toh saya nulis juga tujuannya bukan supaya ada yang baca. Saya nulis karena saya kepingin nulis, tapi bukan di atas diary yang digembok layaknya zaman sekolah dulu.

Suatu ketika saat sedang chat dengan seorang teman, dia menulis ulang kata-kata di salah satu postingan dalam blog saya. Saya agak takjub lalu bertanya, kok kayaknya saya pernah dengar kata-kata itu. Dia pun bilang bahwa itu kata-kata saya sendiri. Saya tanya lagi kok kamu bisa tau. Dia pun bilang bahwa dia sudah mensubscribe blog saya, dalam artian dia selalu mengikuti (membaca) setiap postingan yang ada di blog saya.

Saya memang terlalu menyepelekan statistik sekian readers pada blog saya, karena saya gak yakin apa memang yang subscribe benar-benar akan membaca semuanya. Tapi ketika seorang sahabat bilang bahwa dia membaca postingan saya tentang nyetrika lalu membayangkan betapa berantakannya lemari pakaian saya, saya kok jadi malu ya, hehehe. Atau ketika seorang sahabat yang ketawa karena membaca postingan saya tentang underwear. Atau ketika seorang teman ber'cie-cie' heboh ketika membaca tulisan saya yang agak romantis (maksudnya keganjenan gitu). Juga masih banyak lagi yang menyadarkan saya bahwa ada loh yang baca tulisan saya, dan itu bukan sekedar sepuluh atau dua puluh. Bukan hanya teman-teman saya sendiri, juga orang-orang tersesat yang kebetulan mampir.

Kalau begitu, kenapa tidak menulis yang lebih bermanfaat ya.

Kesimpulan Nomor 3. Teruslah menulis, ada banyak yang kangen dengan tulisanmu.

Hehehe, ini agak kegeeran dikit kan no problemo ya... :D

Soalnya teman-teman saya sering bilang kangen sama tulisan-tulisan saya ketika sudah lama saya gak posting di blog. Dan itu rasanya tidak berlebihan juga kok. Saya sendiri saja suka ngikutin blog beberapa teman yang suka ngeblog. Ketika sudah lama postingannya gak nambah-nambah, saya juga akan merasa kehilangan, merasa ada yang kurang. Saya akan bertanya-tanya, apakah teman saya itu sedang sibuk, ada cerita apa tentang dirinya, ada perkembangan apa, kemana dia... Saya mengecek blog mereka beberapa kali, sedikit kecewa ketika menemukan tulisan yang itu-itu saja gak nambah-nambah. Kalau ada tulisan baru, pasti dengan semangat 45 akan saya baca.

Mungkin begitu juga dengan teman-teman saya. Ada suatu bentuk kepedulian yang tidak bisa diwujudkan secara nyata karena jarak. Jadi ketika sudah ada kabar, ada sarana memantau perkembangan yang lebih indah untuk dinikmati (melalui tulisan), rasanya, ahh... semua terasa nyata saja :)

Apapun itu, kenyataannya saya merindukan tulisan teman-teman saya, saudara-saudara saya, orang-orang terdekat saya tentang apapun yang terjadi dalam hidup mereka, apapun opini mereka, atau apapun yang mereka gemari. Bisa jadi mereka-pun sama seperti saya.

Kamis, 16 Agustus 2012

-91- Perempuan dan Air Mata

Perempuan mana sih yang tidak pernah menangis di saat usianya sudah tergolong dewasa? Rasanya tak ada. Kalau ada malah saya ingin sekali berguru padanya. Bukankah perempuan secara umum dianugerahi perasaan yang lebih peka ketimbang laki-laki yang lebih banyak menggunakan logika dalam memutar roda hidupnya. Bukankah keluarnya air mata tak melulu urusan sedih, sakit hati, kesal ataupun galau, melainkan juga bahagia, sesal, juga syukur.

Dulu ada seorang teman perempuan yang baru saja menikah, lalu bercerita bahwa kemarin ia menangis, padahal belum juga genap sebulan usia pernikahannya. Masalahnya sepele. "Hanya" karena dia mau masak, trus ditungguin suaminya, trus suaminya komentar yang kira-kira gini, "Bukannya masak itu (itu refers to saya lupa tepatnya apa, hehehe) bukan kayak gitu, tapi diginiin..." - sori jek, gak jelas, tapi pasti yang baca pada ngerti esensinya kemana. Dikomentarin gitu langsung berkaca-kaca deh tu perempuan, lalu keluarlah air matanya. Suaminya bingung dan gelagapan minta maaf. Mungkin sambil berpikir keras, memangnya apa yang salah dengan kalimat saya? "Cuma" gitu doang loh...

Setelah diceritakan kembali mungkin para pendengar juga akan menggunakan kata "HANYA" atau "CUMA" pada komentarnya, pun pendengar perempuan. Tapi sebenarnya esensinya adalah coba pahami perasaan dan emosi yang sedang dilibatkan oleh perempuan tadi dalam dirinya, pada waktu dan kondisi yang persis sama saat cerita terjadi. Saya juga pendengar, dan sempat berpikir spontan, masa sih kayak gitu aja nangis. Dan mungkin si pencerita juga menyadari bahwa orang lain yang mendengar ceritanya pasti akan berkomentar begitu, maka tanpa diminta dia pun langsung menjelaskan kenapa dia menangis.

"Itu hal yang sangat sensitif menurut saya, pada saat-saat itu.", katanya. Coba pikir bukan dengan logika, tapi perasaan. Dia masih sangat baru menjadi istri. Itupun sebelumnya tanpa melewati prosesi pacaran, jalan bareng, atau ngobrol sepanjangan di telepon. Keintimannya dengan suaminya baru saja dimulai. Api semangatnya untuk menjelma menjadi istri paling baik sedunia baru saja dinyalakan, tapi malah api itu seolah ditutupi dengan karung basah. Harga dirinya terinjak, seolah2 suaminya berkata, "Gimana sih, masa gitu aja gak bisa, sini saya ajarin...". Kredibilitasnya seolah dipertanyakan terlalu dini. Atau mungkin secara emosi dia berpikir, "Untung saya mau nikah sama kamu, masak buat kamu, bukannya dihargai malah dicela..." - padahal suaminya bahkan gak terpikir buat mencela, malah menikah dengan istrinya itu sudah membuatnya tak henti bersyukur atas karuniaNya. Ah, perempuan...

Rasanya saya kurang bisa menggambarkan emosi dan sensitifitas si perempuan tadi. Maaf ya... Saya bisa merasakannnya, dulu, bertahun-tahun yang lalu saat mendengar ceritanya, karena saya juga perempuan. Bahkan saya masih ingat ceritanya sampai sekarang, padahal bisa jadi teman perempuan saya itu sudah tidak ingat lagi kejadian tersebut.

Begitulah perempuan. Cerita di atas hanya salah satu contoh kasus. Perempuan itu untuk dipahami perasaannya. Kalaupun tidak bisa secara spontan, cobalah untuk sejenak melibatkan hati, agar mengerti emosi yang sedang dideritanya. Perempuan itu sensitif. Tidak semua perempuan bisa marah-marah ketika kesal. Tidak semua perempuan bisa ngomel gak jelas ketika ada yang tidak sreg di hatinya. Tidak semua perempuan bisa complain ketika merasa cemburu. Tidak semua perempuan bisa meluapkan semua yang tersimpan dalam hatinya. Karena saya juga perempuan, kadang saya berpikir betapa hebatnya seorang perempuan, bisa menampung semua rasa yang tak terkatakan. Perempuan waspadalah, karena dikhawatirkan ruang hatimu tidak begitu kuat untuk menampung semuanya. Simpanlah apa yang harus disimpan, lalu keluarkan sisanya. Semoga cukup kepada Tuhanmu.


####################


Wuihh,,, pegel juga jari membuat tulisan dalam sekali duduk. Pagi ini saya ingin menulis, tapi gak tau mau nulis apa. Saya mencoba salah satu trik menulis.

Coba awali dengan menulis satu kalimat, tentang apapun yang tiba-tiba terlintas dalam pikiranmu atau tentang apapun yang tiba-tiba kamu baca.

Setelah itu lanjutkan, terus, dan terus...

Apa hasilnya? Horeeeeee TERBUKTI, hehehehe...

Saya berhasil membuat satu tulisan yang bahkan tidak saya duga sebelumnya hal apa yang akan saya ceritakan dalam tulisan saya. Kalaupun gak nyambung di awal-awal, it's ok lah... Yang penting hasrat ngeblog hari ini sudah tepenuhi :)




Rabu, 15 Agustus 2012

-90- Saat Ingin Memulai, Lagi...

Kemarin saya sudah menjelajah ke begitu banyak tempat melalui jendela. Betapa Allah sangat kaya akan hal-hal tak terduga jika Dia menghendaki. Betapa beragamnya orang-orang diciptakan, unik dalam kehidupannya sendiri-sendiri. Betapa tak ada sehelai daun pun yang jatuh dari pohon tanpa izin Allah.

Saya malu atas semua keluh kesah sepele yang saya dramatisasi sedemikian rupa, seolah saya orang paling merana sedunia. Saya malu atas perasaan ketidakberuntungan yang sering muncul di atas begitu banyak keberuntungan yang bahkan tak mampu saya hitung. Saya malu ketika saya menyalahkan orang lain karena sudah membuat saya jadi gak mood. Saya benar-benar malu.

Seperti kalimat yang saya suka dari blog seorang teman, #30: My Personal Feeling is not Important
"Karena orang-orang berubah, keadaan juga berubah, dan yang lebih penting: saya berubah."
Juga kalimat,
"Karena perasaan pribadi saya hanya sementara dan bila saya mengabadikannya lewat tulisan, saya takut suatu saat saya akan menyesalinya."
Ahh, kalimat yang terakhir ini sudah saya buktikan sendiri. Karena saya suka menulis catatan harian. Saya suka menulis semuanya, apalagi kalau sedang ada emosi yang terlibat. Entah benar-benar senang atau benar-benar galau. Pasti saya nulisnya kayak keran air PDAM di sini pas tengah malam, mengucur deras, tau-tau sudah berlembar-lembar.

Lalu, bertahun-tahun kemudian saya baca lagi. Idih, enggak banget deh, ingin rasanya langsung saya hapus. Geli bacanya, dan sama sekali tidak, apa ya, ah pokoknya kok rasanya bukan gue banget deh. Benar-benar kelihatan bahwa nulisnya melibatkan banyak emosi, agak tidak ilmiah dan encer, sama sekali gak ada kental-kentalnya. Loh? :D

Saya penyuka suatu bentuk warisan digital. Saya suka mengenang masa lalu dengan membuka kembali dokumen-dokumen jadul. Saya suka melihat-lihat foto meskipun saya sama sekali gak fotogenik. Saya suka melihat dunia melalui gambar dan rangkaian huruf-huruf yang ikut mendeksripsikannya. Terasa dunia dalam genggaman (kayak pernah denger di iklan apa gitu ya...). Informasi sedemikian gratisnya untuk dinikmati. Benua Amerika yang berada dalam mimpinya sang pemimpi yang gak bangun-bangun seolah-olah berada tak sampai satu kilometer saja dari mata saya.

Saya juga suka membaca cerita. Saya suka membaca cerita hidup orang lain, apalagi orang-orang terdekat saya. Sayang sekali mereka tidak suka menuangkan skenario kehidupannya dalam tulisan yang bisa saya nikmati. Saya suka memperkirakan karakter seseorang melalui bagaimana ia merangkai kata. Saya suka melihat tipikal seseorang melalui update statusnya di media-media sosial. Meskipun penilaian saya belum tentu benar. Tapi kemudian saya menjadi tidak nyaman atas aib yang diumbar kemana-mana atas nama curhat melapangkan hati. Ah, semoga bukan saya yang menelanjangi diri saya sendiri lalu tanpa malu-malu melenggang ke luar rumah.

Semua orang pada satu titik tertentu akan merasa dirinya benar, tidak ingin dipersalahkan. Semua orang pada satu titik tertentu sedang dilanda keegoisan tingkat dewa untuk tidak dapat menerima sedikitpun nasehat. Dan semua orang pasti akan merasa cerita hidupnya itu unik. Selama tidak saling mengusik, silakan saja. Seperti saya, dengan warisan digital yang saya pikirkan...